IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Kartina Sury mengatakan literasi keuangan yang memadai dapat membantu konsumen dalam memahami dan memilih produk keuangan sesuai dengan kebutuhan mereka.
"Memastikan konsumen memahami produk keuangan sangat penting karena faktanya ada kesenjangan antara literasi keuangan dengan inklusi keuangan. Kesenjangan ini dapat melemahkan posisi mereka," ujar Kartina dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Rabu (24/8/2022).
Ia mengatakan kesenjangan yang besar antara literasi keuangan dan inklusi keuangan dapat melemahkan konsumen dalam memahami informasi mengenai produk dan layanan jasa keuangan, serta risiko maupun hak-hak mereka.
Menurut dia, proses literasi keuangan juga membutuhkan ketersediaan produk keuangan yang mendukung pengelolaan anggaran pribadi maupun keluarga untuk jangka pendek, menengah maupun panjang,
Dengan adanya literasi keuangan yang mengajarkan mengenai tujuan, perencanaan, dan pengambilan keputusan keuangan, lanjut dia, dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan dan keinginan individu.
Selain itu, semakin banyaknya masyarakat yang paham mengenai kegunaan dan risiko produk keuangan dapat menciptakan keselarasan literasi keuangan dan inklusi keuangan.
"Proses edukasi untuk memacu literasi keuangan tidak hanya membutuhkan konsistensi dari sisi implementasi, tetapi juga pemetaan publik," ujar Katrina.
Katrina menjelaskan konten program literasi keuangan di Indonesia masih berfokus pada tujuan jangka pendek, seperti menangani masalah jeratan utang dan pinjaman, serta memastikan akses konsumen terhadap produk-produk yang legal dan taat peraturan.
Sedangkan, isu jangka panjang terkait peningkatan kesejahteraan konsumen, membangun profil kredit, mengelola eksposur kredit, dan perencanaan keuangan untuk jangka waktu yang lebih lama, belum tersentuh.
Ia menyarankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan industri keuangan sebagai satu kesatuan dapat memperbaiki kualitas program literasi keuangan dari segi keragaman, konten, dan metode penyampaian dalam jangka panjang.
Kemudian, diperlukan juga pemantauan dan evaluasi yang komprehensif dan sistematis atas berbagai program literasi keuangan untuk menentukan program yang paling efektif secara dampak dan biaya.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) menunjukkan tingkat literasi keuangan hanya sebesar 38,03 persen di saat inklusi keuangan sudah mencapai 76,19 persen pada tahun 2019.
Kesenjangan literasi keuangan juga terjadi antara wilayah pedesaan yang sebesar 34,53 persen dan perkotaan yang sebesar 41,41 persen.