IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Perjalanan haji Mansa Musa menjadi pintu gerbang perkembangan Islam di Mali. Banyak hal baik terjadi setelah ia pulang dari Makkah.
Saat pulang dari Makkah, ia mengangkut peradaban Islam dari Tanah Suci. Dia membawa buku-buku dari perpustakaan Arab dan mengajak para cendekiawan Muslim untuk membangun peradaban di negerinya yang gersang. Sejak itulah peradaban Mali dimulai.
Salah satu cendekiawan yang dibawa Mansa adalah arsitek Muslim Andalusia, Al Sahili. Dialah yang membangun masjid besar di Gao dan Timbuktu yang terkenal hingga kini. Sejak kepulangan Mansa dari Tanah Suci, Mali mulai dikenal dunia luar. Pada 1339 pun Mali mulai tercantum dalam peta dunia.
Bahkan, dalam peta dunia yang dibuat pada 1375, Mali digambarkan sebagai tanah seorang raja yang kaya dengan emas. Mansa juga dikenal sangat mencintai rakyatnya. Hal itu ditunjukkannya dengan membagi kekaisarannya menjadi beberapa provinsi dan kota agar rakyatnya dapat diperhatikan secara adil. Dia pun menugaskan seorang gubernur yang bertanggung jawab atas masing-masing provinsi.
Setiap kota dalam kekaisarannya juga memiliki wali kota. Hal ini mempermudah dia mengontrol rakyatnya. Mansa Musa juga fokus mengawasi dan meningkatkan bisnis kerajaan, bersama para penasihatnya. Semua usahanya, dari tahun ke tahun berjalan sempurna, yang ditandai dengan meluasnya kekuasaan Kerajaan Mali.
Di bawah kepemimpinan Mansa, Kerajaan Mali tumbuh pesat dan memiliki kekayaan melimpah ruah. Bayangkan saja, tambang emasnya dijaga oleh sekitar 90 ribu tentara. Hal itu membuktikan betapa banyaknya jumlah emas yang ia miliki.
Tak hanya sarat dengan kekayaan harta, Mansa juga dikenal akan kekayaan hatinya. Tak heran, para pedagang dari berbagai negara selalu berhenti di Mali dalam perjalanannya. Sebab, mereka tahu akan disambut hangat, diberi makan, tempat tinggal, dan keamanan.
Keramahan dan ketulusan Mansa, membuat hubungan dengan para pedagang dari berbagai tempat selalu baik, hingga melancarkan perdagangan ekonomi antara Mali dengan negara-negara lain.
Di masa pemerintahannya, Mansa membebaskan rakyatnya dalam beribadah dan mendorong pendidikan gratis. Dia mendirikan sebuah universitas yang berkembang menjadi universitas ternama. Ia gencar melakukan promosi pendidikan dan ekonomi Mali, terutama di tiga kota pusat budaya, yaitu Walata, Jenne, dan Timbuktu.
Orang-orang dari berbagai penjuru dunia pun berbondong-bondong datang ke Mali untuk belajar di universitas ternama ini. Ketika cendekiawan Muslim mengunjungi Mali, mereka terkejut akan tradisi Islam yang kental. Hal ini membuktikan bahwa Mansa Musa adalah seorang Muslim yang taat.
Kala itu, pusat pendidikan Islam di Mali berpusat di Kota Timbuktu. Kota ini merupakan wilayah dengan komunitas Muslim terbesar dan memiliki peradaban tinggi. Tampilnya Timbuktu sebagai pusat pendidikan tak lepas dari hubungan diplomatik yang terjalin antara Mali dan Maroko. Kala itu, banyak mahasiswa etnis Muslim, Malinke, yang dikirim belajar ke Maroko. Setelah lulus, mereka kemudian pulang ke negerinya untuk membangun Mali.