IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Gereja Katholik berusia 104 tahun, yang pernah ditinggali pendiri Republik Rakyat China Mao Zedong, mengalami kerusakan akibat gempa bumi yang mengguncang Kabupaten Luding, Provinsi Sichuan.
Otoritas di Sichuan, meluncurkan rencana darurat pascakerusakan bangunan bersejarah yang berlokasi di Moxi, Kabupaten Luding, itu. Bangunan gereja mengalami kerusakan dengan tingkat keparahan bervariasi.
Beberapa bagian dindingnya retak kira-kira sepanjang satu kaki, pilar utama patah, atap runtuh, dan struktur utama bangunan rusak, menurut hasil pendataan Biro Cagar Budaya Sichuan seperti dikutip media setempat.
Untuk menjamin keselamatan pengunjung, otoritas lokal memasang garis polisi di seputar gereja. Biro Cagar Budaya melakukan investigasi pascabencana dan perlindungan sementara bagi beberapa benda bersejarah untuk menghindari kerusakan akibat bencana susulan.
Instansi tersebut mengerahkan pakar sejarah untuk melakukan perlindungan dan perbaikan agar tempat bersejarah tersebut tetap terjaga keasliannya.
Beberapa arsitek yang tiba di situs bersejarah tersebut mengaku bakal mengalami kesulitan sehingga belum bisa memastikan apakah bangunan itu dikonstruksi ulang atau diperbaiki.
Gereja tersebut dibangun oleh para misionaris di Moxi pada 1918. Mao, selaku pemimpin revolusi Komunis China bersama Tentara Merah, menempati bangunan gereja itu pada 29 Mei 1935 setelah melakukan long march selama tiga hari.
Pada malam harinya, Mao menggelar pertemuan dengan para pemimpin Komunis lainnya di tempat tersebut. Peristiwa yang dikenal dengan Pertemuan Moxi itu menetapkan rencana strategis untuk kemajuan Tentara Merah selanjutnya.
Di dalam bangunan gereja tua itu, beberapa benda yang digunakan oleh Tentara Merah dipajang. Situs tersebut telah menjadi objek wisata populer di Sichuan dengan jumlah kunjungan rata-rata per tahun mencapai lebih dari 50.000 orang.
Hingga Kamis (8/9), jumlah korban tewas akibat gempa bermagnitudo 6,8 yang terjadi pada Senin (5/9) siang mencapai 82 orang.