IHRAM.CO.ID, Pada pengujung era 900-an anak-anak menimba ilmu di sebuah sekolah dasar yang disebut maktab. Umumnya, maktab berada di dekat masjid. Di maktab inilah para ulama dan imam yang biasanya tinggal tak jauh dari masjid mengadakan kelas untuk anak-anak.
Kelas-kelas ini mengajarkan beragam hal, seperti bahasa Arab dasar, membaca, menulis, berhitung, dan hukum Islam. Namun, sebagian besar anak-anak Muslim saat itu hanya dididik sampai tingkat sekolah dasar. Setelah itu, mereka memulai kehidupannya dengan mencari pekerjaan atau melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi di madrasah.
Madrasah biasanya berada di sebuah masjid besar. Dalam sejarah Islam, ada sejumlah masjid besar yang menjadi pusat pendidikan, seperti Masjid al-Azhar, Kairo, yang didirikan pada 970 dan Masjid al-Qarawiyyin di Fez, Maroko, yang dibangun pada 859.
Setelah itu, banyak madrasah yang didirikan di seluruh dunia. Di lembaga pendidikan ini, siswa akan dididik lebih lanjut tentang ilmu-ilmu agama, bahasa Arab, dan ilmu pengetahuan nonagama, seperti kedokteran, matematika, astronomi, sejarah, geografi, dan sejumlah topik lainnya.
Hingga, pada 1100 jumlah madrasah terus bertambah. Di Kairo saja terdapat 75 madrasah, 51 di Damaskus, dan 44 di Aleppo. Di Spanyol, terdapat ratusan madrasah yang masih bertahan hingga saat ini.
Pada masa lalu, madrasah juga dapat dianggap sebagai universitas karena memiliki sejumlah fakultas dengan jurusan yang berbeda-beda. Sementara, pengajarnya adalah ulama atau guru besar yang memiliki keahlian di bidangnya. Siswa akan memilih konsentrasi studi dan menghabiskan beberapa tahun untuk belajar di bawah pengawasan dan bimbingan sang ulama atau guru besar.
Ibnu Khaldun mencatat, Maroko memiliki madrasah yang menerapkan kurikulum pembelajaran dalam kurun waktu 16 tahun. ''Ini adalah waktu terpendek untuk mahasiswa menguasai keahlian ilmiah yang ia inginkan,'' kata Ibnu Khaldun.
Ketika seorang siswa menyelesaikan studinya, ia akan mendapat ijazah atau sertifikat yang menyatakan bahwa ia telah menyelesaikan program pendidikannya dan memenuhi syarat untuk mengajar. Ijazah bisa diberikan oleh seorang guru secara pribadi atau lembaga, seperti madrasah. Jika demikian halnya, tak salah jika dunia Islam disebut sebagai pelopor universitas pertama di dunia.
Tradisi madrasah dan pendidikan Islam klasik ternyata terus berlanjut sampai hari ini meski dalam bentuk yang jauh lebih modern. Hal ini merupakan hasil akulturasi dengan peradaban Eropa yang mulai berkuasa di dunia pada 1800-an.
Di era Kesultanan Turki Utsmani, misalnya, penasihat sultan yang berasal dari Prancis menganjurkan reformasi total sistem pendidikan dengan menghapus unsur agama dari kurikulum dan hanya mengajarkan ilmu-ilmu sekuler.
Sejak saat itu, sekolah-sekolah umum di wilayah Turki Utsmani hanya mengajarkan ilmu berdasarkan kurikulum Eropa dengan materi yang berasal dari buku-buku terbitan Eropa.
Meski demikian, di belahan dunia lain sistem pendidikan Islam masih diterapkan hingga saat ini. Misalnya, di Universitas al-Azhar (Mesir), al-Qarawiyyin (Maroko), dan Daarul Ulum Deoband (India) yang masih menerapkan kurikulum tradisional dengan memadukan ilmu-ilmu Islam dan sekuler. Harapannya, sistem pendidikan tersebut dapat melahirkan ulama-ulama besar yang menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti pada masa kejayaan Islam.