IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Sifat malu merupakan bagian dari iman bagian dari akhlak manusia yang mulia. Karena dengan malu dapat mendorong orang tersebut untuk mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk.
"Oleh karena itu malu merupakan warisan para nabi yang terdahulu yang belum dihapus hukumnya dari syariat mereka," tulis Dr Musthafa Dieb Al-Bugha dalam kitabnya Al-Wafi.
Malu berlaku di antara sesama manusia, yang telah diwariskan para rasul dari generasi ke generasi. Termasuk satu hal yang dipegang teguh oleh manusia sampai datangnya generasi awal dari umat Islam adalah sifat malu.
"Umat kita secara nyata mewarisi ajaran para nabi dan rasul, sebagaimana dikehendaki Allah yang Maha Tinggi dan maha kuasa," katanya.
Hal itu jelas di dalam Alquranul Al-Karim, maka kewajiban kita adalah berpegang teguh dengan apa yang diberikan Allah Ta'ala dari sifat menghiasi diri dan berakhlak dengannya. Sehingga warisan para nabi tetap tampak pada kita semua, mewarnai kehidupan dan jiwa dengan kebaikan dan kebenaran.
"Hingga Allah mewariskan bumi ini dan seluruh isinya kepada kita semua," katanya.
Dr Musthafa Dieb Al-Bugha hadis malu seperti disampaikan dari Abu Mas'ud Uqbab bin Amr Al-Ansori Al Badri berkata;
Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari ungkapan kenabian yang pertama adalah jika kamu tidak malu, berbuatlah sekehendakmu." (HR. Al-Bukhar.
Musthafa mengatakan, hadis ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab para nabi dan adab, Bab jika kamu tidak malu maka lakukanlah sekehendakmu nomor 5769.
Mustofa mengatakan terdapat tiga makna yang dijelaskan para ulama besar mengenai hadis di atas. Makna yang pertama perintah yang bermakna ancaman, seakan-akan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda.
"Jika kamu tidak punya malu, maka lakukanlah apa yang kamu suka, karena Allah akan membalasmu dengan balasan yang sangat keras."
Ungkapan semacam ini, kata Musthafa, terdapat dalam Alquran yaitu ketika Alquran surah Al-Fussilat ayat 40 berkata kepada orang kafir.
"Kerjakanlah apa yang kalian sukai."
Makna yang kedua; perintah yang bermakna berita, sebagaimana sabdanya, "maka bersiaplah tempat duduknya di dalam neraka." Dengan demikian, makna hadits ini ialah, sesungguhnya orang yang tidak mempunyai malu akan mengerjakan apa yang dia kehendaki, karena yang menghalangi dari perbuatan-perbuatan buruk adalah rasa malu.
"Maka, barang siapa yang tidak punya makhluk, ia akan terjerumus ke dalam perbuatan keji dan mungkar," katanya.
Makna ketiga perintah yang bermakna pembolehan, sehingga artinya adalah, jika kamu tidak merasa malu untuk melakukan suatu karena merasa aman dari Allah dan dari manusia, maka lakukanlah, karena hal itu adalah perbuatan yang mengubah dan pekerjaan jika tidak dilarang oleh syariat adalah mengubah boleh.
Karena yang paling kuat dari makna-makna di atas adalah yang pertama, walaupun An Nawawi Rahimahullah menguatkan arti yang ketiga, sedangkan Abu Ubaid Al Qasim bin Salam, Ibnu Taibah dan Muhammad bin Nashr Al-Mawarji memilih makna yang kedua.