Lalu, ketika penaklukan-penaklukan terhadap berbagai negeri semakin banyak terjadi pada masa Umar, termasuk penaklukan negeri Kisra (Persia) dan Qaishar (Romawi), semakin banyaklah harta yang mengalir ke Kota Madinah. Karena itu, Umar lalu membangun sebuah rumah khusus untuk menyimpan harta negara.
Selama memerintah, Umar memelihara baitul mal secara hati-hati. Terkadang, selain menyimpannya di baitul mal, Umar menyi sihkan seperlima dari harta rampasan perang untuk dibagikan secara langsung ke kaum Muslimin.
Kejujuran Umar dalam mengelola baitul mal dijelaskan dalam salah satu pidatonya yang dicatat penulis sejarah dan ahli tafsir bernama lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M) tentang hak seorang khalifah dalam baitul mal. Sang Khalifah berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin, serta uang yang cukup untuk kehidupan seharihari orang biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum Muslimin (Dahlan, 1999).
Shadi Hamid dalam An Islamic Alternatives Equality, Redistributive Justice, and the Welfare State in the Chaliphate of Umarmengatakan, khalifah Islam kedua inilah yang membangun fondasi sistem ekonomi Islam. Umar dengan berlandaskan pada sunah Rasul dan prinsip Alquran mempersatukan keduanya ke sebuah program ekonomi yang berhasil.