IHRAM.CO.ID, Keberhasilan umat Islam membangun dan mengembangkan kota yang maju bukan hanya terekam di Kairo. Damaskus adalah kota lain yang menyimpan jejak serupa. Waktu mencapai Damaskus, cendekiawan Muslim yang juga seorang pelancong dari Maroko, Ibnu Batutta, mengungkapkan bahwa ia terpana dengan banyaknya lembaga amal.
Karena sangat berlimpahnya, ia mengaku sangat sulit menghitung jumlah lembaga amal itu. Ia mencontohkan, ada lembaga amal yang khusus memberi tunjangan kepada mereka yang tak mampu menunaikan ibadah haji ke Makkah. Juga ada santunan bagi gadis-gadis miskin guna melangsungkan pernikahan. Selain itu, terdapat lembaga amal yang khusus membiayai pemeliharaan jalan.
Suatu kali, Batutta melihat seorang bocah menjatuhkan piring porselen hingga pecah berkepingkeping. Seseorang yang kebetulan lewat dan menyaksikan itu menganjurkan agar si bocah itu membawa kepingan itu ke lembaga amal. Ia menurut dan ternyata memperoleh uang sebesar nilai piring baru sejenis yang ada di pasaran.
Orang-orang Damaskus pun gemar berwakaf untuk membangun sekolah, rumah sakit, dan masjid. “Kota ini diselubungi rasa sosial yang sangat tinggi,” kata Batutta. Pusat pendidikan layak disematkan pula pada Damaskus. Nur al-Din, pendiri banyak sekolah di sana, menyumbangkan koleksi bukunya ke perpustakaan-perpustakaan.
Di sepenggal akhir masa hidupnya, dokter terkenal di Damaskus, Muhaddab Eddin Al-Dawhar, yang tak memiliki keturunan, mengubah rumahnya yang terletak di sebelah selatan Masjid Umayyah menjadi madrasah sebagai pusat belajar kedokteran. Ia mewakafkan hartanya demi menjaga keberlangsung an madrasah ini dan membayar gaji para pengajar.
Selama kunjungannya di Damaskus, pelancong lainnya, Ibnu Jubair, menuturkan banyak fasilitas yang tersedia bagi pelajar dan pengunjung di Masjid Umayyah. Ia bahkan mendorong para pelajar dari Spanyol untuk meninggalkan tanah kelahirannya dan menuju ke timur untuk belajar di Damaskus. Ia mengatakan, banyak fasilitas gratis bagi para pelajar.