IHRAM.CO.ID, Layanan pos di jazirah Arab yang dikenal dengan nama diwan al-barid mulai dirintis semenjak era Dinasti Umayyah. Adalah Muawiyah bin Abu Sofyan yang menggagas layanan pos tersebut.
Kebutuhan akan layanan pos itu mendesak mengingat wilayah pemerintahan Islam mulai meluas hingga keluar jazirah Arab. Layanan pos kemudian diperluas dan dijalankan secara reguler oleh pemimpin berikutnya, Abdul Malik Ibn Marwan (685-675), ke seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah yang membentang dari Afrika Utara sampai Persia dengan pusatnya di Damaskus, Suriah. Adalah putra Abdul Malik, yaitu al-Walid (668-715 M), yang benar-benar memaksimalkan manfaat jasa pos untuk menunjang pelaksa naan pembangunan.
Pada masa Dinasti Abbasiyah yang menggusur kekuasaan Umayyah pada abad ke-8 meneruskan peran diwan al-barid yang telah menjadi ciri penting sebuah pemerintahan. Departemen pos pada masa Abbasiyah diba ngun oleh Khalifah al-Mutawakkil dan dikepalai oleh seorang pejabat yang disebut shahib al-barid.
Semula, layanan pos dibentuk untuk memenuhi kepentingan negara. Namun, tak jarang digunakan untuk layanan terbatas, yaitu mengantar su rat-surat pribadi ataupun mengantarkan gubernur baru terpilih, beserta tentara dan barang bawaannya ke provinsi masing-masing. Rakyat juga memanfaatkan layanan pos untuk keperluan tertentu, namun dengan biaya yang cukup mahal.
Masing-masing ibu kota provinsi membentuk kantor pos sendiri yang dipimpin oleh shahib al-barid atau kepala kantor pos. Jaringan kantor pos di tiap provinsi ini dikendalikan oleh kepala pos pusat (shahib al-barid wa al-akhbar) yang berkedudukan di ibu kota, Damaskus (Umayyah) atau Baghdad (Abbasiyah). Selain menjaga surat-surat kerajaan, shahib al-barid wa al-akhbar bertanggung jawab terhadap semua layanan pos di setiap provinsi dan mengawasi pembangunan berbagai sarana pos.