IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Wakil Presiden Ma'ruf Amin mencatat masih terjadi beberapa persoalan dalam percepatan penurunan stunting di Indonesia. Masalah pertama, kata Ma'ruf, koordinasi dalam tata kelola, pelaksanaan intervensi spesifik, dan intervensi sensitif penanganan stunting.
Padahal, waktu target penurunan stunting hingga 14 persen pada 2024 kurang dari dua tahun. Saat ini, angka prevalensi stunting di Indonesia masih 24,4 persen, dan masih menyisakan 10,4 persen angka penurunan stunting.
"Masalah terbesar dalam tata kelola (penanganan stunting) adalah koordinasi. Saya minta koordinasi antar-lembaga di semua tingkatan pemerintahan ini dapat dibenahi," ujar Ma'ruf di acara Forum Nasional Stunting di Hotel Shangri-la, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Karenanya, Ma'ruf meminta kepada para kepala daerah di provinsi, kabupaten/kota, kemudian camat hingga lurah, untuk memimpin langsung koordinasi program penurunan prevalensi stunting di wilayahnya masing-masing.
"Saya minta untuk memimpin secara langsung koordinasi pelaksanaan program dalam lingkup kewenangannya, " katanya.
Ma'ruf menyampaikan, selain dari jajaran struktural, penanganan masalah terkait dengan penurunan prevalensi stunting tergantung pada garda terdepan pelaksana program. Garda terdepan tersebut diantaranya para tenaga kesehatan di tingkat desa dan masyarakat, kapasitas sumber daya manusia, ketersediaan sarana dan prasarana, koordinasi antar-pelaksana, serta dukungan operasional.
Untuk itu, diperlukan koordinasi yang matang untuk mengawal sinkronisasi antar unsur pelaksana.
"Banyak kader yang secara sukarela bekerja di lapangan. Kader-kader ini tentu membutuhkan pengoordinasian dan pembagian peran yang baik. Mereka perlu dibekali dengan pengetahuan, alat kerja, juga dukungan operasional yang mencukupi," kata Ma'ruf.
Selain itu, Ma'ruf berharap peran kader Posyandu, Tim Penggerak PKK, penyuluh Keluarga Berencana (KB), bidan desa, kader sanitasi, kader pembangunan manusia, karang Taruna, petugas Puskesmas dan penggiat lainnya sebagai garda terdepan.
Ma'ruf juga meminta kepada Kementerian dan Lembaga yang secara struktural mempunyai kader di lapangan, para Gubernur, Bupati, Wali Kota, Camat, Kepala Desa, dan Lurah, untuk menguatkan pengoordinasian para penggiat di lapangan, meningkatkan kapasitas, dan memberikan dukungan bagi pelaksanaan tugasnya
Ma'ruf selaku Ketua Pengarah Tim Percepatan Penurunan Stunting mengimbau kepada para pemangku kepentingan untuk bekerja dan maju bersama garda terdepan dalam menurunkan stunting.
Saat ini sebanyak 12 provinsi masuk prioritas penanganan stunting, diantaranya tujuh provinsi dengan tingkat prevalensi tertinggi yakni NTT, Sulawesi Barat, Aceh, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Serta lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Utara.
"Tanpa aksi-aksi nyata, penurunan stunting hanya ramai sebagai wacana dalam forum diskusi, tetapi sepi dalam implementasi," katanya.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, penurunan stunting selama ini belum pernah melewati angka dua persen per tahun. Karena itu, sesuai arahan Wapres, Tahun 2022 ini diharapkan optimalisasi penurunan angka stunting bisa mencapai tiga persen sehingga bisa diproyeksikan di tahun 2024 bisa mencapai angka 14 persen.
"Oleh karena itu, kita perlu bekerja keras dalam rangka mencapai target tersebut," katanya.
Hasto mengatakan, saat ini sudah terbentuk tim percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, 99 persen di tingkat kecamatan dan di tingkat desa kemudian juga tim pendamping keluarga sebesar 96,4 persen. Selain itu, sebanyak 578.563 orang sebagai tim pendamping keluarga dan penguatan peran TPPS sebanyak 587 satgas di Tahun 2022.
"Secara khusus telah dilakukan rekonsiliasi Satgas provinsi dan kabupaten terkhusus di 12 provinsi prioritas dalam rangka untuk mempertajam kegiatan Satgas bersatu dengan tim percepatan penurunan stunting di kabupaten dan kota," ujarnya.
Sebanyak 12 provinsi prioritas terdiri dari tujuh provinsi dengan tingkat prevalensi tertinggi yakni NTT, Sulawesi Barat, Aceh, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Serta lima provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sumatera Utara.