IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) menilai bahwa terdapat aturan yang menjadi penghambat utama bagi lembaga zakat bentukan masyarakat (LAZ) untuk mendapatkan legalitasnya. Yaitu persyaratan mendapatkan rekomendasi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
'Syarat mendapatkan rekomendasi Baznas menjadi syarat yang tidak lazim dan sangat mematikan bagi LAZ. Hal ini karena Baznas juga menyandang status sebagai operator zakat sebagaimana LAZ," kata Direktur IDEAS, Yusuf Wibisono dalam keterangan tertulis kepada Republika, Senin (6/2/2023).
Yusuf menambahkan bahwa dengan adanya conflict of interest yang sangat jelas ini, Baznas memiliki motif, insentif dan kewenangan untuk menjegal pendirian LAZ baru yang berpotensi menjadi pesaingnya. Hal tersebut sejalan dengan temuan Ombusdman RI pada Februari 2021.
Ia mengatakan, lebih jauh untuk mendapatkan rekomendasi dari Baznas, LAZ harus memenuhi persyaratan yang bahkan lebih ketat dari syarat perizinan LAZ sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011.
"Syarat mendapatkan rekomendasi Baznas yang paling mematikan bagi LAZ adalah LAZ tidak boleh berbasis atau berafiliasi dengan institusi yang berdasarkan PP Nomor 14 tahun 2014 dikategorikan sebagai UPZ Baznas (Pasal 53, 54 dan 55)," ujar Yusuf.
Syarat tersebut membuat banyak LAZ, terutama LAZ berbasis korporasi/ BUMN, masjid, pesantren dan universitas, menjadi lembaga zakat tak berizin. Itu bukan karena tidak memenuhi persyaratan namun karena tidak mendapat rekomendasi Baznas. Di mana secara sederhana mereka dikategorikan berbasis di wilayah penghimpunan Baznas. Sehingga harus menjadi UPZ Baznas.
"Hak masyarakat Muslim untuk menjalankan amanah dan kepercayaan masyarakat untuk mengelola zakat, dihambat dan dihalangi secara vulgar oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011,” jelas Yusuf.
Ia menjelaskan, kehadiran UU Nomor 23 Tahun 2011 merubah secara drastis praktek baik dalam pengelolaan zakat di masyarakat yang telah berjalan ratusan tahun. UU Nomor 23 Tahun 2011 nyaris tidak menyisakan ruang pengelolaan zakat yang memadai untuk masyarakat sipil. Padahal zakat telah menjadi kultur dan mendorong penguatan masyarakat sipil.
Menurut Yusuf, pemerintah tidak seharusnya memberlakukan pembatasan yang dapat menyulitkan pertumbuhan dan eksistensi LAZ. Terpeliharanya LAZ dalam berbagai bentuknya merupakan salah satu perwujudan kebebasan beragama yang dijamin konstitusi.
"Masyarakat harus memiliki kebebasan untuk menyalurkan zakat kepada lembaga amil zakat manapun yang mereka percayai tanpa dibayangi kemungkinan ancaman kriminalisasi terhadap amil yang mengelola dana mereka hanya karena gagal memenuhi syarat perizinan yang tidak lazim," ujar Yusuf.
Yusuf berharap pembentuk peraturan perundang-undangan, yaitu pemerintah dan Kemenag, sebaiknya segera merubah dan merevisi KMA Nomor 333 Tahun 2015 agar pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2011 terkait dengan syarat pendirian LAZ bersifat terbuka, akuntabel dan melindungi kebebasan warga negara.
Sebagaimana Putusan MK Nomor 86/PUU-X/2012, syarat yang harus dipenuhi setiap lembaga pengelola zakat seharusnya adalah bergerak di bidang keagamaan Islam, bersifat nirlaba, memiliki rencana atau program kerja pendayagunaan zakat, dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan rencana atau program kerjanya.
Yusuf mengatakan, tidak selayaknya pemerintah membatasi dan kini bahkan melakukan kampanye negatif terhadap pengelolaan zakat yang dilakukan oleh masyarakat.
"Ke depan, pemerintah seharusnya segera mencabut rilis 108 lembaga zakat tidak berizin dan merevisi syarat perizinan LAZ yang tidak lazim yang selama ini menghambat LAZ untuk mendapatkan legalitas perizinan," kata Yusuf.
Sebelumnya, Baznas menyerahkan surat keputusan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Baznas Social Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Jumat (3/2/2023). STF UIN Jakarta awalnya termasuk daftar 108 lembaga yang telah melakukan pengelolaan zakat tanpa izin sesuai regulasi yang dikeluarkan Kementerian Agama (Kemenag).
Ketua Baznas, Prof KH Noor Achmad, berpesan kepada lembaga-lembaga yang telah melakukan pengelolaan zakat tanpa izin sesuai regulasi yang dikeluarkan Kemenag. Ia mengatakan, ikuti apa yang telah dilakukan oleh Social Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
"Ini respon cepat karena kalau kita memproses UPZ itu tidak berhari-hari, cukup sehari dua hari selesai, Insya Allah," kata Kiai Noor.
Ia mengatakan, sebagian LAZ tampaknya sedang proses izinnya atau izinnya ada di daerah. Maka Baznas minta supaya mereka juga menyampaikan ke Baznas, sehingga tidak lagi ada catatan lembaga zakat tidak berizin atau catatan yang ilegal.
"Ini penting bagi kita semuanya, untuk dana sosial keagamaan, zakat, infak, dan sedekah kita sampaikan kepada masyarakat, setransparan mungkin sehingga jangan sampai ada yang tidak berizin atau diduga tidak berizin, karena dampaknya akan menyangkut kepada mereka sendiri," ujar Kiai Noor.
Sampaikan ke Baznas
Baznas berpesan, kepada lembaga-lembaga zakat yang dirilis Kemenag belum mendapatkan izin sesuai regulasi, secepatnya sampaikan ke Baznas, baik lembaga yang sudah berizin atau memang belum berizin.
Kiai Noor menegaskan, respon cepat yang dilakukan STF UIN Jakarta ini menjadi satu percontohan yang sangat baik sekali. Karena UIN menjadi perguruan tinggi yang akan dicontoh secara nasional.
Kiai Noor mengingatkan, seratus lebih lembaga yang mengelola zakat yang disinyalir tidak berizin dan dirilis oleh Kemenag, Baznas minta supaya semuanya merapat ke Baznas. Lembaga yang belum dapat rekomendasi, Insya Allah akan Baznas keluarkan rekomendasinya.
"Yang UPZ otomatis tinggal mengupdate, kalau sudah berizin dan tercantum di 108 lembaga (tidak berizin yang dirilis Kemenag) maka tinggal sampai saja sehingga nanti kedepan tidak ada lagi berita 108, semua UPZ dan LAZ seluruh Indonesia sudah mendapat rekomendasi dan mendapatkan izin dari Baznas RI, sehingga kita akan berjalan bersama-sama," jelas Kiai Noor.
Baznas menyampaikan, UPZ yang sudah mendapat sertifikat dari Baznas dapat mengumpulkan dan mengelola zakat. Contohnya UPZ STF UIN Jakarta, seratus persen mengelola zakat yang dikumpulkan mereka. Tapi tetap dilaporkan ke Baznas pengumpulan dan penyaluranya.