IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zaenudin, menyampaikan usulan Persis terkait kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) dan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).
Kiai Jeje menyampaikan, setelah mengkaji dari aspek syariah, perundang-undangan, dan aspek sosial kemasyarakatan. Kemudian mendengar dan memperhatikan penjelasan dari Dirjen PHU Kemenag RI, BPKH, DPR-RI, juga para analis penyelenggaraan ibadah haji, maka Pimpinan Pusat Persis menyampaikan tanggapan dan usulan ini.
Dia mengatakan, pertama, pada prinsipnya memahami bahwa kenaikan biaya perjalanan ibadah haji adalah suatu yang tidak bisa dihindari sebagai konsekuensi dari adanya inflasi, termasuk kenaikan harga berbagai komponen penyelenggaraan haji.
Kenaikan biaya haji juga untuk menjaga distribusi nilai manfaat kepada para jamaah secara adil dan berkelanjutan bagi yang sudah siap berangkat dan bagi para calon jamaah yang masih lama antre di belakang.
"Di sisi lain bahwa ibadah haji juga hanya diwajibkan kepada kaum Muslimin yang benar-benar sudah mampu dari segala aspeknya," kata Kiai Jeje melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Selasa (14/2/2023).
Dia menyampaikan, yang kedua, menolak usulan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji yang dilakukan secara drastis dan jumlah besaran yang berlipat dibebankan kepada para calon jamaah haji.
Hal ini karena mayoritas para calon jamaah haji adalah dari kalangan masyarakat berekonomi rendah yang tidak mudah bagi mereka untuk menyiapkan dana yang cukup besar dalam waktu yang singkat untuk melunasi kekurangan biaya perjalanan ibadah haji.
"Hal itu akan berdampak tekanan psikologis yang berat bagi mayoritas jamaah yang sudah lama mengantre dan tiba-tiba harapan mereka menjadi pupus seketika karena tidak mampu melunasi kekurangannya," ujarnya.
Kiai Jeje menjelaskan, usulan ketiga, mengusulkan agar rencana kenaikan biaya perjalanan ibadah haji dilakukan secara bertahap pada beberapa tahun ke depan sehingga sampai kepada batas yang wajar dan adil antara beban biaya yang harus ditanggung jamaah dan beban biaya yang ditanggung pemerintah dari nilai manfaat pengembangan keuangan haji.
Keempat, mengusulkan agar Kemenag dan BPKH meningkatkan transparansi, komunikasi, dan sosialisasi tentang pengelolaan dan pendayagunaan nilai manfaat keuangan haji sehingga masyarakat dapat memahami secara lebih jelas dan rinci tentang tata kelola keuangan haji dan besaran nilai manfaat yang tersedia setiap tahunnya.
"Sehingga dapat diprediksi berapa angka kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) pada tahun yang akan datang agar masyarakat mempunyai waktu yang cukup untuk dapat mempersiapkannya," jelas Kiai Jeje.
Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW
Dia menambahkan, usulan kelima, mengharapkan agar DPR RI khususnya Komisi VIII, demikian juga BPK dan KPK agar meningkatkan pengawasan atas pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji terutama pengelolaan dan penggunaan dana keuangan haji sehingga dapat digunakan seefisien mungkin dan mengurangi segala penggunaan serta alokasi yang tidak perlu.
Keenam, mengusulkan agar biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) bisa ditekan semaksimal mungkin. Sehingga jika mungkin di bawah angka Rp 98,8 juta. Di antaranya melalui pengurangan durasi tinggal jamaah haji dari 40 hari menjadi 30 hari.
"Jika pun tidak mungkin dikurangkan, maka kami mengusulkan kenaikan yang bertahap untuk 2023 ini adalah dengan komposisi 50 persen beban Bipih menjadi kewajiban para jamaah, dan 50 persen adalah tanggungan pemerintah dari nilai manfaat pengembangan keuangan haji," jelas Kiai Jeje.
Dia menjelaskan, dengan kata lain dari total BPIH Rp 98,8 juta, Bipih yang ditanggung jamaah adalah Rp 49,4 juta dan tanggungan pemerintah melalui nilai manfaat pengembangan keuangan haji juga senilai Rp 49,4 juta.
Kiai Jeje mengatakan, usulan ini berdasar pertimbangan psikologis agar tidak terjadi kekagetan di masyarakat dan sebagai penerapan prinsip keadilan dan gradualitas.
Di mana masyarakat pada umumnya tentu membandingkan angka kenaikan itu dari kenaikan tahun sebelumnya, yaitu dari angka Rp 39,8 juta ke angka Rp 49,4 juta. Jadi kisaran kenaikan Bipih masing-masing jamaah adalah Rp 9,6 juta sampai Rp 10 juta.
"Usulan ini juga didasarkan atas pemikiran bahwa tahun ini adalah titik awal pembagian beban secara seimbang antara beban para jamaah dan beban pemerintah. Sehingga dalam pemikiran awam adalah wajar jika diawali dari angka 50 persen," ujar Kiai Jeje.
Dia menerangkan, dengan demikian, para jamaah dan pemerintah sama-sama berpijak dari beban yang sama. Kemudian beban BPKH mundur secara bertahap, dan beban jamaah naik secara bertahap sampai pada tahap kewajaran yang dapat menjamin rasa keadilan dan menjamin kesinambungan pemberian nilai manfaat kepada semua jamaah haji pada masa yang akan datang.