Kamis 30 Aug 2018 17:13 WIB

Pengusaha Saudi Pemasok Makanan Indonesia Nikmati Keuntungan

Jamaah haji Indonesia adalah berkah bagi pengusaha Saudi.

Jamaah haji Indonesia menyerbu toko bahan makanan usai shalat subuh di kawasan Syisyah, Sektor 5, Makkah, Arab Saudi, Senin (28/8).
Foto: Republika/Ani Nursalikah
Jamaah haji Indonesia menyerbu toko bahan makanan usai shalat subuh di kawasan Syisyah, Sektor 5, Makkah, Arab Saudi, Senin (28/8).

Oleh: Erdy Nasrul dari dari Makkah, Arab Saudi

IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Tak hanya menjadi berkah bagi jamaah, musim haji juga menjadi kesempatan berharga bagi pengusaha Saudi meraup banyak keuntungan. Mereka adalah pemasok bahan baku dan makanan ke katering dan hotel yang ditempati jamaah haji.

Pemilik Toko Puncak Sumatra Adil Qasim (40 tahun), memasok bahan baku seperti kecap, saus, kopi, dan gula kepada sejumlah katering di Saudi yang memproduksi makanan jamaah haji Indonesia. Sebagian dari 36 dapur katering memanfaatkan jasa pria yang murah senyum ini.

“Ini adalah pekerjaan mulia. Kami sudah 20 tahun melayani kebutuhan jamaah haji dan masyarakat Saudi. Alhamdulillah berkah buat kami,” kata Adil di tokonya sekitar Kakiyah Makkah pada Kamis (30/8).

Pada musim haji tahun ini, ia meraup omzet hingga lima juta riyal atau setara dengan Rp 19 miliar (kurs satu riyal Rp 3.800). Produk yang paling laris adalah kecap, saus, bumbu, jus, dan rempah-rempah. Kecap di sana berasal dari pabrikan ternama di Indonesia, seperti ABC dan Indofood.

Sebanyak 400 komoditas dijual di toko yang selalu dikunjungi masyarakat tersebut. Barang yang dijual di sana di antaranya adalah beras, minyak goreng CPO, mi instan, jus, bumbu masak, kopi kemasan khas Indonesia.

Adil menjelaskan minyak goreng Indonesia sangat diminati karena kualitasnya. Masyarakat Saudi selalu membelinya untuk kebutuhan sehari-hari memasak lauk-pauk.

Masyarakat dapat membeli produk tersebut eceran dan grosiran. Jika berbelanja grosiran, pembeli akan menikmati beragam potongan harga. Toko-toko sekitar 164 hotel jamaah haji kerap mengambil barang darinya.

Mereka kemudian menjual lagi produk tersebut kepada para tamu Allah. Jamaah yang bosan dengan menu katering biasanya membeli mi instan baik yang dibungkus plastik atau gelas styrofoam. Makanan tersebut mereka seduh dengan air panas dan dibumbui. Setelah itu jamaah merasakan nikmatnya rasa khas mi instan yang biasa dinikmati di kampung halaman.

Adil menjelaskan komoditas Indonesia disenangi masyarakat karena higienis, berkualitas, dan kehalalannya terjamin. Barang tersebut sudah disetujui badan halal dan obat-obatan Saudi sehingga beredar luas di sana.

photo
Katering jamaah haji.

Pengusaha ini berterima kasih atas kehadiran jamaah haji. Mereka adalah berkah bagi para pengusaha. Jika kuota jamaah haji Indonesia ditambah, maka tentu hal tersebut akan menjadi semangat baginya untuk menambah kuantitas barang dagangannya menjelang musim haji.

Pada tahun ini Adil sudah mempersiapkan komoditas Indonesia sejak tiga bulan sebelum musim haji. Dia menggandeng sejumlah perusahaan importir, seperti Muhammad Bawazir Trading (MBT), PT Syamil al-Katiri, dan sejumlah importir produk Indonesia lainnya.

Key Account Manager PT Syamil al-Katiri Abdul Halim menjelaskan konsisten menyediakan produk Indonesia seperti kecap dan saus. Setiap tahun ia mengimpor produk bermerek ABC dan Indofood tersebut hingga 30 kontainer diangkut kapal yang bersandar di Pelabuhan Jeddah.

Dalam satu kontainer terdiri dari 1.200 ton barang tadi. Per ton mencapai 1.200 karton. Satu karton kecap terdiri dari 7,8 kilogram.

Sedangkan satu karton terdiri dari 12 kecap yang masing-masing berisikan 620 mililiter. “Untuk musim haji saja kami memesan barang hingga tiga kontainer,” ujarnya.

Barang asal Indonesia dijual di pasar tradisional seperti Kakiyah. Di sana proses perdagangan berlangsung singkat, tidak menggunakan perjanjian apa pun. Penjual meminta barang, lalu mengirimkan. Transaksi dilakukan secara tunai.

Halim menjelaskan, komoditas yang paling dicari distributor adalah mi instan, kecap, saos, bihun, dan mie telor. “Menjelang musim haji, semua produk tersebut banyak diburu, baik oleh katering, toko eceran, maupun berbagai restoran,” ujarnya.

Ia menyayangkan beras Indonesia tidak dapat diekspor ke Saudi. Padahal permintaannya sangat tinggi pada musim haji. Perjanjian kerja sama Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dengan dapur katering menyaratkan pengadaan beras jenis pandan wangi yang harum dan pulen. Tapi produk tersebut ternyata tidak ditemukan di Arab Saudi.

Pengusaha besar Indonesia pun, menurut Halim, tak dapat memenuhi permintaan tersebut karena stok yang ada saja belum memenuhi permintaan pasar Indonesia yang berlimpah. “Sayang sekali. Padahal ini prospek besar,” kata Halim.

Akhirnya, dapur katering mengambil beras Thailand. Ikan Indonesia tak bisa bersaing dengan ikan dari Vietnam karena harga. Pengusaha Vietnam mampu menawarkan harga ikan patin yang kompetitif sehingga masuk ke Saudi dan diborong habis oleh dapur katering jamaah haji.

Dalam satu pekan, katering menyediakan lima kali menu ikan dan ayam. Empat lainnya adalah makanan dengan menu daging sapi. Dalam sehari mereka mendapat dua kali makan, sehingga ada 14 kali jatah makan dalam sepekan.

Konsul Jenderal Republik Indonesia di Jeddah M Hery Saripudin menjelaskan sudah berupaya maksimal mendorong para importir menyediakan produk Indonesia. Tujuannya agar makanan jamaah menggunakan bahan baku asal negeri sendiri.

Sayangnya, waktu pengadaan tidak mencukupi sehingga para importir di sini mengambil barang dari negeri lain. Patin  dari Vietnam misalkan dijual bukan dalam bentuk segar, tapi asap, sehingga harganya lebih miring.

Sedangkan Indonesia selama ini menjual ikan patin segar dan beku. Produk semacam ini membutuhkan biaya tambahan yang tidak sedikit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement