Rabu 18 Sep 2013 09:10 WIB

Memahami Semiotika Haji

Hajar Aswad
Foto: Prasetyo Utomo/Antara
Hajar Aswad

REPUBLIKA.CO.ID, Haji adalah ibadah yang sarat akan lambang dan dalam maknanya. Banyak pesan semiotik yang dihadirkan pada rukun Islam ke-lima ini.

Ka'bah adalah lambang 'kehadiran' Allah. Ketika kita berada di Masjidil Haram, kita bebas menghadap Ka'bah dari arah mana saja. Itulah lambang kehadiran Allah dan bahwa Ia ada "di mana-mana". Fainnama tuwallu fatsamma wajhullahi, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah (QS 2: 115).

Orang yang tawaf, berputar mengelilingi Ka'bah, hakikatnya sedang menanamkan di dalam hatinya tentang kehadiran Allah. Bila nama Allah sudah tertanam di dalam hati, maka di manapun dan kapan pun, kita akan selalu merasakan kehadiran-Nya (ihsan).

Sa'i adalah perlambang. Sa'i itu artinya usaha. Kalau kita mau bersa'i maka kita harus memulainya dari Shafa dan berakhir di Marwah.

Shafa itu artinya suci dan Marwah artinya puas atau ideal. Jadi, tatkala kita hendak berusaha, maka awalilah usaha kita dari kesucian, laksanakan dengan penuh kesungguhan, hingga akhirnya kita akan bertemu dengan kepuasan.

Sa'i yang berupa lari-lari kecil bolak-balik tujuh kali antara Shafa dan Marwah mengajarkan kita untuk berusaha sebanyak dan semaksimal mungkin.

Tujuh adalah lambang banyak. Kalau kita tidak berhasil dalam usaha, padahal kita telah mengawalinya dengan kesungguhan, maka Allah pasti akan memberikan sesuatu di luar perkiraan kita.

Difirmankan dalam QS Ath Thalaaq ayat 2-3, "Barang siapa bertakwa pada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya".

Kita bisa melihat Siti Hajar, istrinya Ibrahim yang "mencontohkan" ritual Sa'i ini. Dalam kepayahan, ia berlari-lari antara Shafa dan Marwah untuk mencari air, tapi tidak berhasil, walau ia melakukannya sebanyak tujuh kali.

Tapi, karena usahanya tersebut bertitik tolak dari shafa, kesucian, maka Allah mengaruniakan kepadanya marwah, kepuasan berupa air bening yang berlimpah.

Melempar Jumrah adalah lambang. Jumrah adalah lambang setan, dan lemparan adalah lambang permusuhan. Jadi, melempar Jumrah melambangkan sebuah janji bahwa mulai saat ini kita akan bermusuhan dengan setan. Tidak akan bekerjasama dengannya dalam bentuk apapun.

Mencium Hajar Aswad adalah lambang. Hajar Aswad melambangkan "tangan Allah". Mencium Hajar Aswad --baik dari dekat maupun dari jauh--melambangkan perjanjian kita dengan "menjabat" Tangan Allah.

Seakan-akan kita berkata, "Ya Allah saya berjanji bahwa mulai saat ini saya telah masuk ke dalam lingkaran-Mu, dan tidak akan pernah keluar dari lingkaran-Mu ini".

Begitu pula dengan mikat, wukuf di Arafah, dan ritual-ritual haji lainnya. Semuanya mengandung lambang-lambang yang sarat makna. Karena itu, persiapan menjadi segalanya. Ada sebuah nasihat dari Imam Ja'far As-Shidiq bagi para jamaah calon haji: "Jika engkau berangkat haji, kosongkanlah hatimu dari segala urusan, dan hadapkanlah dirimu sepenuhnya kepada Allah SWT.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement