Oleh Nashih Nasrullah
REPUBLIKA.CO.ID, Haji memang ibadah yang sangat istimewa. Selain memiliki nilai filosofi tinggi, haji merupakan jenis ritual yang ketat dengan berbagai syarat dan ketentuan.
Sebagai konsekuensinya, pelanggaran yang terjadi akan diganjar dengan kewajiban membayar denda. Istilah denda dalam haji dikenal dengan dam.
Dalam ensiklopedi fikih mini yang berjudul al- Wajiz fi Fiqh as-Sunnah wa al-Kitab al-Aziz, dijelaskan pengertian, sebab, dan jenis-jenis dam. Definisi dam, menurut etimologi, ialah darah. Ini karena bentuk dam paling utama ialah berwujud pada penyembelihan hewan.
Ensiklopedi yang dikarang oleh Syekh Abd al- Adzim bin Badawi al-Khalafi tersebut mengemukakan definisi dam menurut syariah ialah denda atau tebusan yang wajib dibayar oleh jamaah haji akibat pelanggaran ketentuan dan peraturan haji.
Di antara contoh pelanggaran itu, misalnya, melanggar larangan ihram seperti memakai pakaian. Bentuk pelanggaran lain, seperti tidak menunaikan wajib haji, mibat di Mina, atau Muzdalifah.
Pemberlakuan dam, salah satunya merujuk pada ayat 196 surah al-Baqarah. “Dan, sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit) maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur) maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi, jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu) maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah 10 (hari) yang sempurna.”
Syekh al-Khalafi menyebutkan bahwa para ulama sepakat, pelanggaran-pelanggaran yang berdampak pada pemberlakuan dam ialah melakukan haji qiran atau tamattu’, tidak ihram dari miqat, tidak mabit I di Muzdalifah, tidak mabit II di Mina, tidak melontar jumrah, serta tidak tawaf wada.