Rabu 10 Sep 2014 15:01 WIB

5 Resep Sukses Bagi Suami Istri yang Akan Berangkat Haji

Calon jamaah haji siap diberangkatkan menuju Tanah Suci Makkah.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi/ca
Calon jamaah haji siap diberangkatkan menuju Tanah Suci Makkah.

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum Wr Wb

Ustaz, hal-hal apa saja yang harus diperhatikan pasangan suami istri yang akan menunaikan ibadah haji. Saya sering mendengar banyak suami istri justru bertengkar saat berada di Tanah Suci. Bagaimana agar hal itu tak terjadi?

Tina

Ciamis, Jawa Barat

 

Jawab:

Waalaikumussalam Wr Wb,

Berangkat bersama ke Tanah Suci suami dan istri adalah dambaan setiap keluarga. Kehidupan berumah tangga yang penuh dinamika selama ini ingin dituntaskan dengan beribadah haji bersama. Berjuang untuk menggapai rahmat Allah dalam status sebagai tamu Allah.

Alangkah menyenangkan jika ke Masjid Al Haram  atau ke Masjid Nabawi pergi dan pulang bersama-sama, thawaf dan sai berjalan berdampingan atau berpegangan tangan. Mengangkat tangan berdoa sewaktu wukuf, jumrah, maupun saat saat melihat Ka’bah.

Berziarah menikmati kesejarahan perjuangan Nabi dan para sahabatnya di Mekkah maupun Madinah. Panik jika suami atau istri lambat belum pulang dari Masjid ketika terpisah. Berbelanja dan membeli oleh-oleh pun itu adalah hasil dari diskusi kesepakatan berdua.

Keindahan beribadah suami dan isteri harus dicanangkan oleh pasangan yang akan berangkat ke tanah suci, karenanya beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah:

Pertama, menyadari bahwa sejarah haji diawali oleh hubungan kasih sayang pasangan suami istri Adam As dan Siti Hawa melalui pertemuan kembali keduanya di padang Arafah tempat Wukuf seluruh jamaah haji pada tanggal 9 Dzulhijjah. Gunung tempat bertemunya pun disebut “Jabal Rahmah” yang artinya “Gunung Kasih Sayang”.

Kedua,  memahami bahwa suami maupun istri asalnya adalah satu “kholaqokum min nafsi waahidah” (QS An Nisaa 1) atau “kholaqalakum min anfusikum” (QS Ar Rum 21) yang mengandung arti  bahwa  jodoh adalah pasangan serasi yang telah ditetapkan dan sudah pasti akan ada kesamaan kesamaan antara satu dengan yang lainnya.

Ketiga,  berangkat ke tanah suci yang dipanggil oleh Allah itu adalah berdua, karenanya harus yakin bahwa kedua-duanya disayangi oleh Allah SWT “ulaa-ika sayarhamhumullah”. Sepantasnya pula kedua-duanya taat kepada Allah dan Rosul-Nya “yuthiuunallaha war rosuulahu” serta siap berjuang bersama menda’wahkan agama Allah  “ya muruuna bil ma’ruf wa yanhauna ‘anil munkar”.

Keempat, membangun kesadaran untuk saling mengalah bukan untuk saling mengalahkan. Merasa salah bukan untuk saling menyalahkan. Suami dan istri bukan seteru tapi mitra yang saling menguatkan satu dengan yang lain “ba’dhuhum awliyaa-u ba’dhin”.

Kelima,   ketika merasa bahwa ibadah haji adalah jalan menuju surga, maka suami harus bisa menempatkan istrinya sebagai jalan untuk memasuki surga tersebut. Demikian juga bagi  istri, suami adalah sarana untuk dapatnya ia masuk surga. Jikapun istri sebagai “batu loncatan” suami namun bukan berarti seorang suami bisa menginjak-injak istrinya, Justru laki-laki yang dijamin untuk mendapat kemuliaan di sisi Allah adalah ia yang bisa memuliakan dan meninggikan martabat istrinya. Demikian juga sebaliknya.

Memang benar dalam praktiknya tidak sedikit jamaah haji suami istri terlihat dalam pertengkaran  hebat yang dipicu oleh berbagai masalah. Emosi mudah terpancing oleh hal-hal yang sepele. Karenanya Allah SWT mengingatkan dalam ayat-Nya “falaa rafatsa wala fusuuqo walaa jidaala fil hajj” (jangan berkata rafats dan jangan berbuat fasik dan jangan bertengkar dalam berhaji)—QS Al Baqarah 197.

Di samping hal hal di atas yang perlu diperhatikan untuk mencegah pertengkaran suami istri, juga penting untuk saling mengingatkan satu dengan yang lain bahwa berhaji haruslah sabar dan memiliki tenggang rasa yang kuat. Jalan ke surga pasti akan dipenuhi dengan ujian-ujian, selalu berdo’a dan berlindung kepada Allah dari hati yang jengkel pada sikap suami atau istri. Mendahulukan memberi daripada diberi, memperhatikan daripada minta perhatian, memaafkan sebelum dimintakan maaf, serta memperbanyak amal-amal yang dilakukan secara bersama-sama.

Suami istri yang berhaji adalah karunia Ilahi untuk meniti jalan yang pasti menuju puncak kebahagian tertinggi. Nikmati haji sebagai ibadah dan wisata hati, semoga Allah meridhai dan selalu melindungi kita semua.

Ustaz HM Rizal Fadillah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement