Sabtu 13 Sep 2014 17:23 WIB

Arief Rahman: Belajar di Tanah Suci (1)

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Chairul Akhmad
Arief Rahman.
Foto: Republika/Damanhuri/ca
Arief Rahman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebagai pendidik yang sudah lama malang melintang, Arief Rahman melihat ibadah haji tak jauh dari dunia pendidikan.

Menurutnya, haji merupakan proses pembelajaran yang luar biasa dalam hidupnya. Duta UNESCO untuk Indonesia itu merasakan banyak pengalaman berharga selama menjalankan rukun Islam kelima.

“Dari situlah, saya memahami mengapa Allah menjadikan ibadah ini kewajiban bagi setiap Muslim yang memiliki kemampuan fisik dan finansial,” kata Arief saat ditemui di ruang kerjanya di Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (10/9).

Di Tanah Suci, Arief belajar tentang spiritualitas. Dia pun mengaku benar-benar merasakan kekuatan cinta, kasih, dan sayang Allah SWT. Arief pun semakin mengerti betapa pentingya keikhlasan seseorang dalam melaksanakan perintah-Nya.

Dia menyadarinya ketika melaksanakan setiap kegiatan dalam ibadah haji, seperti thawaf ifadah, sai, wukuf, melempar jumrah, hingga mabit (bermalam) di Mina dan Muzdalifah.

“Saya yakin, jika semua kegiatan tersebut dijalani dengan penuh keikhlasan maka itu akan membantu membentuk kepribadian seseorang menjadi lebih baik sepulangnya ia dari berhaji,” ujarnya. Ibadah haji juga mengajarkan manusia mengenai keterbatasan dan keteraturan dalam menjalani hidup.

Dia mencontohkan, untuk ke Mina saja, jamaah memiliki batas waktu, yakni tidak boleh melewati Ashar. Begitu juga dengan wukuf, harus dikerjakan pada jamnya dan tidak boleh mendahului ataupun melewati waktu yang telah ditentukan.

“Di situ, jamaah dituntut untuk menjaga ketaatan dalam koridor keterbatasan dan keteraturan,” kata mantan kepala sekolah SMA Labschool Jakarta itu.

Arief pertama kali naik haji pada 1978, tepatnya pada usia 36 tahun. Namun, rasa rindu yang membuncah kepada Makkah membuat pria kelahiran Malang, Jawa Timur, ini berulang kali mengunjungi Tanah Suci untuk berhaji.

Pada setiap kesempatan, dia menemukan ada saja tantangan yang harus dihadapi jamaah haji. Dari sulitnya proses pengurusan dokumen imigrasi, sakit setiba di Makkah, serta berbagai ujian dalam bentuk lainnya. Semua kesulitan itu, dia mengungkapkan, menjadi bagian dari pembelajaran spiritualitas yang diberikan Allah.

Menurutnya, Allah melatih kesabaran umat -Nya saat melaksanakan haji. “Dia mengajarkan agar tidak pernah berputus asa. Orang-orang yang hatinya penuh amarah selama berhaji, tidak mungkin mencapai tujuan dari proses pembelajaran ini,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement