Senin 22 Sep 2014 17:16 WIB

Ini Kerugian Haji Nonkuota (3-habis)

  Petugas Haji Indonesia,  Maskat (kanan) berbicara dengan Nasiah, jamaah haji non kuota asal Banjarmasin di Madinah, Senin (28/10) dini hari.   (Republika/Yogi Ardhi)
Petugas Haji Indonesia, Maskat (kanan) berbicara dengan Nasiah, jamaah haji non kuota asal Banjarmasin di Madinah, Senin (28/10) dini hari. (Republika/Yogi Ardhi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Zaky Al Hamzah

"Biasanya, (jamaah haji non-kuota ini) nanti akan kelihatan mereka bergerombol dan menumpang di tenda-tenda jamaah haji reguler untuk mencari makan," jelas Cecep.

Selanjutnya, jika jamaah haji non-kuota ini masuk ke Arab Saudi menggunakan visa ziarah dan pekerja, mereka turun di terminal komersial.

Berdasarkan hasil evaluasi Kemenag, kata Cecep, jumlah jamaah haji non-kuota terus menurun dari tahun ke tahun.

Pada 2011, jumlah mereka sekitar 3.000-an orang, tahun 2012 menyusut setengahnya menjadi 2.000-an orang. Kemudian di tahun 2013, jamaah haji non-kuota menjadi sekitar 1.000-an orang.

Ciri-ciri mereka sebetulnya mudah dikenali. Pertama, tidak memiliki atribut, semisal seragam khusus seperti halnya haji reguler atau haji khusus.

Kedua, tidak punya identitas resmi. Haji reguler menggunakan gelang berbahan logam sebagai identitas, mengenakan batik dan tas seragam sehingga mudah dikenali petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) saat di Bandara Jeddah atau Bandara Madinah.

Gelang yang harus digunakan jamaah haji reguler ini selama beribadah itu bertuliskan nama, nomor paspor, asal kloter dan embarkasi.

Sebelumnya, pasangan suami-istri jamaah haji non-kuota asal Surabaya diketahui tinggal di sebuah penampungan mirip barak TKI di Makkah. Mereka harus membayar Rp 80 juta per orang oleh seorang kiai untuk bisa berhaji tahun ini. Nasib mereka sangat memprihatinkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement