REPUBLIKA.CO.ID, Tantenya pun sempat menolak untuk berangkat karena khawatir akan merepotkan Mursida selama di Tanah Suci.
Namun, Mursida memantapkan langkahnya. Dia meyakinkan tantenya bahwa Allah SWT akan memberi kemudahan. Alhasil, Mursida, suami, dan tentenya yang saat itu berusia 83 tahun pun berangkat memenuhi rukun Islam kelima.
Mursida memang sudah bertekad untuk dapat mengajak salah satu anggota keluarganya yang lebih tua. Orang tuanya sudah wafat. “Dalam keluarga saya hanya tante sayalah orang tua yang masih ada saat itu sehingga beliau yang saya ajak ke Tanah Suci,” kata istri dari Jumirin, pengusaha di bidang perdagangan.
Tante Mursida tidak memiliki suami dan keturunan. Oleh karena itu, Mursida merasa wajib untuk mengajaknya. Setelah sampai di Tanah Suci, semua kekhawatiran pun sirna. “Saya dan tante saya sungguh mendapat kemudahan,” kata Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan BMT Indonesia tersebut.
Ia menceritakan, begitu banyak fasilitas yang memudahkan jamaah dengan keterbatasan fisik di Tanah Suci. Mursida yang menjadi pendamping tantenya pun turut merasakan fasilitas khusus tersebut.
Saat memasuki pesawat, mereka tidak perlu antre dan naik tangga. Mereka juga masuk melalui jalur khusus dan menggunakan lift. Di Raudhah pun dia terbebas dari antrean jamaah haji. Mereka dimudahkan oleh jalur khusus bagi kaum difabel.
Ketika akan naik bus di Tanah Suci, mereka dibantu oleh pengemudi bus. Si pengemudi turun dari bus sambil berkata, “Izinkan saya mendapat pahala dengan membantu menggendongnya untuk memasuki bus,” ujar Mursida menirukan ucapan pengemudi bus.
Seketika itu Mursida pun terharu akan sikap pengemudi bus. Dia pun bersyukur karena semua kekhawatiranya segera dibayar dengan kemudahan. Dia bersyukur dapat berhasil melaksanakan ibadah haji dengan lancar.
“Saya juga bersyukur dapat berkesampatan untuk mengabdi kepada tante saya. Pada Maret 2014 yang lalu beliau telah meninggal dunia pada usai 88 tahun,” katanya.