Jumat 10 Oct 2014 10:00 WIB

'Jangan Ambil Rice Cooker Saya' (3-habis)

Jamaah haji Indonesia sedang menunggu keberangkatan ke Tanah Air di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, Arab Saudi.
Foto: Republika/Heri Ruslan/ca
Jamaah haji Indonesia sedang menunggu keberangkatan ke Tanah Air di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, Arab Saudi.

Oleh: Zaky Al Hamzah

Supervisor Garuda Indonesia, Agus Salim, mengingatkan jamaah agar memilah-milah barang bawaannya agar tidak menyulitkan mereka sendiri.

Risiko, bila jamaah masih membawa barang berlebih, barang berlebih tersebut akan diturunkan paksa oleh petugas imigrasi untuk ditinggalkan di bandara atau pesawat yang akan memberangkatkan mereka ke Tanah Air akan ditunda, sehingga berisiko pada keterlambatan kedatangan jamaah haji ke Tanah Air.

"Demi lancarnya proses keberangkatan, sebagaimana yang telah disosialisasikan di embarkasi, Garuda hanya mengangkut tas jinjing/tenteng warna biru. Selebihnya kami akan sweeping," tegas Agus kepada jamaah melalui pengeras suara.

Apabila ada barang yang dianggap membahayakan dan dilarang dalam penerbangan, Garuda akan menyerahkan kepada petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). "Garuda hanya bertanggung jawab pada tas biru jinjing. Tolong dipilah lagi, alat masak sama sekali tidak boleh, panci, rice cooker, air zamzam, ditinggal saja. Alat masaknya diikhlaskan saja (ditinggal)," kata dia.

Agus menekankan, sweeping ini semata-mata demi kenyamanan dan keamanan jamaah sendiri. Dia tak menghendaki, hanya karena satu-dua jamaah yang membandel, membuat petugas imigrasi bertindak tegas dengan meminta maskapai menunda penerbangan.

Selain tas jinjing, Agus juga mengingatkan agar jamaah memeriksa kembali tas paspornya supaya tidak ada gunting, pisau atau benda tajam lainnya yang dilarang masuk kabin. "Mohon dipahami, kita lihat masih banyak bagasi melebihi ketentuan yang ada. Mohon kerja samanya," pinta Agus berulang kali.

Awalnya, banyak jamaah yang tidak merespons pengumuman dari pihak maskapai terbesar Indonesia tersebut. Namun setelah 10 orang petugas Garuda Indonesia mendatangi satu per satu jamaah, mereka mulai sibuk memilah. Tidak sedikit jamaah yang ingin mempertahankan membawa  dua tas. "Ibu pilih tas biru atau tas satunya lagi, pilih saja salah satu," kata seorang petugas.

Umumnya, jamaah mengeluhkan pengiriman koper mereka yang diserahkan kepada petugas pada tanggal 30 September, dengan alasan tak ada angkutan kargo yang akan membawa koper mereka saat masa puncak haji atau ibadah di Armina (Arafah, Muzdalifah, Mina).

Padahal, jamaah haji gelombang pertama ini masih mengenakan kain ihram saat Wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina hingga thawaf Wada' (perpisahan) pada Jumat (3/10) hingga Selasa (7/10). Ini diakui beberapa jamaah yang ditemui Republika, seperti Asmi, Rifai, Idham bin Isam dan Nasrul.

"Jamaah haji hanya punya waktu Rabu saja untuk kemas-kemas barang bawaan. Padahal, kami masih membawa kain ihram, kalau dimasukkan ke tas tenteng, tasnya sudah penuh sesak. Padahal, koper saya masih muat kalau diisi kain ihram, selain oleh-oleh," tutur Asmi, protes.

Sedangkan Rifai tak kehilangan akal walau ada imbauan tersebut. Untuk mengakali pemeriksaan barang bawaan berlebih, Rifai membelitkan kain ihramnya di luar baju yang dikenakannya. Jamaah lain melekatkan kain ihram di luar tas tenteng warna biru dengan lakban atau selotip, sehingga kain ihram dan tas tampak menyatu.

Selama proses sweeping sekitar satu jam, petugas menyita sejumlah barang milik jamaah seperti panci, kompor, rice cooker, penggorengan, air zamzam ukuran lima liter dan sejumlah barang bawaan jamaah, seperti kain ihram, makanan dan sebagainya.

Untuk air zamzam, petugas Garuda menyarankan kepada jamaah agar diminum habis atau diserahkan ke petugas pelayanan haji. "Dari bandara Indonesia saja, rice cooker ini bisa diloloskan, kok di sini dilarang," gerutu salah satu jamaah, tampak kecewa meninggalkan barang bermotif batik tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement