REPUBLIKA.CO.ID, Tak sembarang orang yang bisa memasuki Ka’bah. Oleh sebab itu, banyak yang menanyakan, apa sebenarnya yang ada di dalam Ka’bah itu?
Apa benar di dalam Ka’bah masih tersimpan berhala-berhala zaman dulu sebagaimana yang dituduhkan kaum perusak Islam?
Dikutip dari Buku Induk Haji dan Umrah untuk Wanita karya Dr Ablah Muhammad Al-Kahlawi, sebagaimana yang diperlihatkan dokumenter Kerajaan Arab Saudi, isi dalam Ka’bah hanya berupa ruangan kosong.
Bagian dalam Ka’bah terdapat tiga pilar dari kayu gaharu terbaik. Panjang satu pilar sekitar seperempat meter atau setengah meter berwarna campuran antara merah dan kuning. Ketiga pilar ini berjejer lurus dari utara ke selatan.
Awal abad ini (tahun 2000-an), bagian bawah ketiga pilar retak yang kemudian diperbaiki dengan diberi kayu melingkar di sekelilingnya. Ketiga pilar tersebut dibuat atas inisiatif Abdullah bin Zubair. Meski demikian, ketiganya masih tetap kokoh hingga saat ini.
Atap dalam Ka’bah penuh dengan ukiran-ukiran mengagumkan, selain diberi lampu-lampu indah yang terbuat dari emas mumi dan perhiasan-perhiasan indah lainnya. Lantai Ka’bah dibuat dari batu pualam putih.
Dinding Ka’bah bagian dalam dibalut dengan batu pualam warna-warni dan dihiasi dengan ukiran bergaya Arab. Terdapat tujuh papan yang menempel di dinding ini bertuliskan nama-nama orang yang pernah merenovasi atau menambahkan sesuatu di dalam Ka’bah atau Masjidil Haram.
Sepanjang sejarah, Ka’bah telah mengalami beberapa kejadian yang menyebabkan rusaknya bangunan tersebut. Penyebab rusaknya, yakni oleh bencana alam dan tangan manusia. Pada zaman jahiliyah, bahan bangunan Ka’bah, yakni batu-batu besar yang tidak ada tanah liatnya.
Suatu ketika Ka’bah mengalami kerusakan karena banjir, lalu orang-orang Quraisy membangunnya kembali dengan kayu-kayu yang mereka ambil dari bekas-bekas perahu orang Romawi yang tenggelam di Laut Merah. Mereka membangunnya dengan batu-batu di lembah gunung.
Akan tetapi, mereka berselisih tentang siapa yang akan meletakkan Hajar Aswad di Ka’bah, lalu mereka sepakat bahwa yang pertama kali masuk masjidlah yang akan meletakkannya.
Nabi yang waktu itu baru menginjak dewasa merupakan orang yang pertama kali masuk Masjidil Haram. Akhirnya, Nabi Muhammad yang meletakkan Hajar Aswad itu.
Pada zaman Yazid bin Muawiyah ketika Abdullah bin Zubair berlindung di Ka’bah, ia memerintahkan Hajjaj bin Yusuf untuk melempari Ka’bah dengan panah- panah berapi, akhimya sebagian bangunan Ka’bah terbakar. Kerusakan itu kemudian diperbaiki oleh Abdil Malik. Sedangkan yang meletakkan Hajar Aswad pada waktu itu, yakni Imam Ali bin Husain Zaenal Abidin.
Abad ke-3 Hijriah, sekelompok orang Syiah Gholat (yang menuhankan Imam Ali) telah mengambil Hajar Aswad dan membawanya ke Kota Kufah (Irak), lalu dikembalikan oleh Imam Mahdi ke tempatnya.
Ka’bah pada zaman Nabi Ibrahim AS tingginya mencapai 4,43 meter (m) dan panjangnya 14,79 m, serta lebarnya 10,85 m. Waktu itu Ka’bah tidak mempunyai atap, lalu orang-orang Quraisy memberinya atap sepanjang 4,43 m, akhirnya tingginya menjadi 8,86 m.