Senin 20 Oct 2014 11:49 WIB

Kemenag Evaluasi Seluruh Skema Sewa Pemondokan Jamaah Haji

Salah satu pemondokan jamaah haji Indonesia di Tanah Suci.
Foto: Republika/M Subarkah/ca
Salah satu pemondokan jamaah haji Indonesia di Tanah Suci.

Oleh: Zaky Al Hamzah

JEDDAH – Kementerian Agama (Kemenag) RI terus mengevaluasi sistem penempatan jamaah haji di Kota Madinah dan Makkah. Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag RI Abdul Djamil mengatakan, semua tahapan penyewaan pemondokan dilakukan perbaikan baik sewa pemondokan di Kota Madinah maupun di Makkah.

Menurutnya, untuk sewa pemondokan di Madinah sudah didiskusikan pola apa yang paling tepat. Pola ini melanjutkan sewa layanan dengan sejumlah perbaikan berupa memberikan jaminan bagi jamaah haji agar ditempatkan di area Markaziah atau Ring 1 Kompleks Masjid Nabawi. Cara kedua adalah model sewa diubah dengan sistem yang lebih memberi kepastian.

"Misal menyangkut sewa hotel yang akan disewa, waktu sewa yang sudah fixed, sehingga Kementerian Agama tidak dibayang-bayangi keraguan, apakah hotelnya akan diubah, atau ditempatkan ke hotel lain, atau bahkan disewakan kepada pihak lain," ujar Dirjen ditemui di kantor Teknis Urusan Haji (TUH) Kemenag RI, di Jeddah, Arab Saudi.

Menurutnya, pendekatan ini menjadi bagian dari upaya penyewaan pemondokan ke depan bagi Kemenag. "Setidaknya kita akan sewa berdasarkan blocking hotel, sewa waktu tertentu, speknya hotel ini, lalu harganya ini," kata dia.

Sebelumnya, Kepala Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daker Madinah, Nasrullah Djasam, menyatakan bahwa Kemeneg kemungkinan mengkaji pola blocking hotel atau sewa satu musim penuh dengan segala plus minusnya untuk sewa pemondokan di Madinah.

Langkah ini dipandang perlu untuk memastikan semua jamaah haji Indonesia ditempatkan dekat Masjid Nabawi selama menjalani Shalat Arbain (shalat wajib 40 waktu berturut-turut). Sistem blocking hotel sudah diterapkan di Kota Makkah.

Sistem sewa baru ini, menurut Abdul Djamil, sedang disimulasikan, karena harga sewanya dipastikan akan mengikuti pasar harga pasar. Dia memperkirakan, mulai bulan Dzulqa’dah sampai saat jamaah datang dari Arafah, lalu gelombang kedua diberangkatkan ke Madinah. Masing-masing durasi ada harganya dan tidak sama.

Biasanya, jelas dia, menjelang puncak haji atau masa Armina (Arafah, Muzdalifah dan Mina), ketika jamaah ada di Makkah, pemilik hotel menetapkan harga tertinggi. Namun di awal-awal kedatangan jemaah, harga sewa biasanya relatif lebih murah karena jamaah haji di seluruh dunia berangsur-angsur meninggalkan Kota Makkah dan Madinah.

"Nah ini akan kita petakan, kalau blocking waktu misalnya, 21 Agustus sampai 30 Agustus, pada awal kloter akan keluar angka berapa? Itu kemudian dirata-rata. Kira-kira kalau seperti ini dibanding sewa layanan, terpaut berapa (harganya). Kalau tekornya tidak terlalu memberatkan kita, kenapa itu tidak kita pilih, ini yang sedang kita kaji terus," terang Abdul Djamil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement