REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mengungkapkan ketidaksetujuannya jika ada sejumlah pihak yang menilai hukum dana optimalisasi haji masih meragukan atau syubhat.
Menurut Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah (Dirjen PHU), Abdul Djamil, hukum dari sistem dana tersebut telah berjalan sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 ihwal penyelenggaraan haji.
“Hukum dana opimalisasi haji sudah sesuai dengan Undang-undang kok,” ungkap Djamil saat dihubungi Republika, Jumat (24/4).
Menurut Djamil, dana optimalisasi haji dengan konsep talangan ini tidak terlalu menimbulkan masalah besar bagi para jamaah haji.
Lagipula, lanjut dia, semua calon jamaah haji kelak akan merasakan konsep dana dengan cara demikian. Jadi, ia kembali menegaskan hukum dana optimalisasi ini sudah jelas menurut UU yang berlaku di Indonesia.
Ihwal dana optimalisasi, Djamil menjelaskan, dana ini merupakan biaya setoran awal yang jamaah haji simpan. Menurutnya, dana ini tersimpan dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan di 17 bank syariah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
SBSN atau sukuk merupakan surat berharga (obligasi) yang diterbitkan Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan prinsip syariah.
Menurut Djamil, dana setoran awal tersebut memiliki nilai manfaat yang cukup besar bagi para jamaah haji secara keseluruhan.
Ia mengatakan, dana itu pun kemudian diakumulasikan dalam jumlah yang cukup menurut ketentuan UU dengan sistem bagi hasil. Sehingga, tambahnya, dana tersebut bisa digunakan manfaatnya oleh para jamaah haji.
Djamil juga mengungkapkan, dana optimalisasi sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan haji. Menurutnya, dana ini biasanya digunakan untuk kegiatan operasional haji atau pelayanan secara umum dalam pelaksanaan haji.
Misal, ujarnya, untuk general service fee dan melengkapi biaya lainnya seperti transportasi darat di Arab Saudi maupun sewa pemondokan.
Pengamat haji, Ade Marfuddin mengaku masih meragukan hukum kepemilikan dana optimalisasi tersebut. Menurutnya, hukum kepemilikan dana tersebut masih syubhat (samar) dan meragukan.
Oleh sebab itu, ia berharap Kemenag bersama DPR bisa menjelaskan hukum kepemilikan dana optimalisasi ini ke depannya.