Sabtu 22 Aug 2015 14:50 WIB

Begini Upaya Pemerintah Tekan Angka Kematian Jamaah

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Pemeriksaan dokumen calhaj kloter satu di asrama haji Pondok Gede, Jakarta Timur
Foto: ROL/Sadly Rachman
Pemeriksaan dokumen calhaj kloter satu di asrama haji Pondok Gede, Jakarta Timur

REPUBLIKA.CO.ID, Angka kematian jamaah risiko tinggi (risti) sekitar 60 hingga 70 persen dari total seluruh jamaah haji yang meninggal tahun lalu. Angka ini cukup tinggi, karena itu perlu ada upaya untuk menekannya.

Kepala Pusat Kesehatan Haji (Puskeshaji), Kementerian Kesehatan Republika Indonesia, Dr dr Fidiansjah, SpKJ, MPH, mengatakan untuk menekannya, pihaknya memberi imbauan kepada jamaah tentang manasik kesehatan. Jamaah harus pintar memilah mana ibadah wajib, ibadah rukun dan mana yang dikategorikan tidak istitoah. Jika tidak istitoah sebaiknya ibadahnya dibadalkan atau wakilkan, itu prinsip pertama.

Kedua, jamaah haji risti akan dipercepat kepulangannya. Supaya kalau ibadah haji selesai, tidak lagi diperberat dengan yang sunah. "Jika dibiarkan, nanti kejar yang sunah lagi, nanti kita evakuasi dan akan tamajulkan istilah pulang cepat itu. Jadi mereka tidak perlu ikut kloter asalnya," ujarnya.

Jika ibadah hajinya sudah selesai, mereka tak perlu mengambil sunahnya. Sebenarnya rukun haji hanya dilaksanakan selama lima hari saja. Yaitu tiga hari sebelum wukuf, plus Arafah mina dan tawaf. Makanya mengapa jamaah haji khusus atau ONH plus hanya dua minggu waktunya.

Selain itu, pihaknya juga melakukan intervensi sederhana, seminggu sebelum wukuf di Arafah merupakan angka kematian waktu paling tinggi, karena mereka lakukan sunah, umrah berulang, bulak-balik pondokan masjid, akhirnya letih kemudian berdampak kematian.

Ia mengungkapkan sejak dua tahun lalu sudah mengingatkan ke tokoh agama dan ulama kalau menjelang seminggu di Arafah ibadahnya semua di pondokan. "Sama hukumnya, bahkan sudah keluar dalil dari ulama yang dimaksud bahwa lebih mulia 10 ribu kali shalat di haram bukan hanya di Masjidil Haram tapi semua masjid di tanah haram, artinya kalau ada pondokan di sebelah masjid, nilainya sama," ujarnya.

Sayangnya, sebagian besar orang Indonesia, mengaplikasikan semua sunah."Kalau sehat dan bugar tidak akan kami hambat, kalau sudah gagal di umrah, tidak bisa wukuf," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement