REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH -- Sejumlah jamaah haji Indonesia memilih tinggal di pemondokan dan mengurangi pergi ke Masjidil Haram menjelang puncak haji. Selain jarak dari hotel ke Masjidil Haram cukup jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki, jamaah ingin stamina mereka optimal saat fase Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina) mendatang.
“Tinggal di hotel aja, shalatnya di masjid deket hotel,” kata Umiyati, jamaah asal Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kepada Wartawan Republika, EH Ismail, Kamis (17/9). Umiyati tinggal di pemondokan sektor 2 di daerah Mahbas Jin.
Dia melanjutkan, jarak dari hotel ke Masjidil haram sekitar satu kilometer. Biasanya, jamaah berjalan kaki bersama-sama menuju Masjidil Haram. Ada juga yang naik bus shalawat ke Terminal Bab Ali atau naik angkutan umum. Namun, ketua rombongan dan ketua regu jamaah haji asal Bogor mengimbau agar jamaah lebih banyak istirahat di hotel.
“Katanya besok Selasa mau berangkat Arafah, jadinya disuruh banyak istirahat di hotel. Nanti di Arafah pasti capek banget,” ujar Umiyati.
Muhammad, jamaah haji asal Aceh yang tinggal di pemondokan nomor 415 mengatakan, ketua regu dan ketua rombongan memang mengimbau agar jamaah banyak beristirahat di hotel. Namun, sebenarnya bukan imbauan itu yang ditaati jamaah, melainkan ketiadaan bus shalawat yang biasanya mereka tumpangi ke Masjidil Haram.
“Sekarang kan sudah nggak ada bus shalawat lagi. Kalau mau ke Haram harus jalan kaki naik taksi. Kalau jalan kaki lumayan jauh,” katanya.
Muhaimin, jamaah haji asal Penajam, Kalimantan Timur mengatakan, jamaah memang sudah diimbau agar tidak dulu ke Masjidil Haram sejak musibah crane yang terjadi pada Jumat (11/9) petang. “Jaga-jaga saja. Kata ketua rombongan lebih baik menjaga kesehatan sampai puncak haji daripada kelelahan ibadah sunah di Haram,” kata dia.
Menurut Muhaimin, tidak semua jamaah taat pada imbauan ketua rombongannya. Jamaah yang umumnya masih berusia muda tetap bolak-balik ke Masjidil Haram untuk beribadah. “Saya saja masih ke Haram, kalau dua orang tua saya sejak Jumat kemarin belum ke Haram lagi,” ujarnya.
Anggota Amirul Haj Chairul Radjab Nasution menerangkan, istirahat beberapa hari menjelang puncak haji memang penting dilakukan jamaah. Alasannya, suhu dan kelembaban udara di Makkah yang sangat panas bisa menguras stamina orang-orang yang berasal dari negara tropis, seperti Indonesia. Apalagi, umumnya jamaah merasa saat inilah kesempatan besar beribadah di Masjidil Haram.
“Seharusnya jamaah juga perlu menyadari puncak haji butuh tenaga dan stamina yang cukup. Kalau sudah kelelahan sebelum wukuf, khawatir justru dampaknya akan lebih buruk,” kata Chairul.