REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dalam persoalan tatakelola haji dan pelayanan di Tanah Air, jelas Abu Rokhmad, sidang komisi III forum semiloka ini menyepakati beberapa rekomendasi.
Yakni meliputi percepatan pembentukan kloter supaya jamaah bisa mengorganisir diri lebih awal serta pendaftaran haji satu atap supaya lebih efektif dan efisien dengan regulasi yang lebih jelas.
Dalam konteks ini juga direkomendasikan agar server sistem komputerisasi haji terpadu (Siskohat) perlu diperbaharui. Tujuannya antara lain untuk dapat mendeteksi jamaah yang berhaji berkali- kali, pembatalan haji dan lainnya.
“Peningkatan koordinasi antara Kemenag dengan Instansi terkait, dalam pengurusan visa dan perlindungan jamaah serta peningkatan pelayanan kesehatan khususnya bagi Jamaah beresiko tinggi (risti) dan wanita hamil juga menjadi rekomendasi,” jelasnya.
Abu Rokhmad juga menambahkan, dalam konteks pelayanan haji di Arab Saudi juga direkomendasikan sejumlah hal. Seperti penyediaan katering untuk jamaah haji di Makkah minimal dua kali sehari, peningkatan pelayanan kesehatan di BPIH, advokasi dan perlindungan kepada jamaah haji serta peningkatan pelayanan kenyamanan dan keselamatan jamaah.
Dalam hal bimbingan haji juga dipandang perlu memperbanyak volume manasik haji, dengan catatan tidak boleh ‘ditumpuk’ menjelang pemberangkatan para jamaah.
Terkait hal ini, masa tunggu pemberangkatan jamaah haji hendaknya dapat dimanfaatkan untuk mendalami manasik haji, kurikulum manasik diseragamkan dengan memperhatikan situasi terkini di Arab Saudi, bimbingan manasik haji berbasis KUA dengan memanfaatkan kerjasama dengan tokoh agama setempat (IPHI, Pesantren, Perguruan Tinggi, Ormas Islam), pembagian buku manasik haji lebih awal serta penyusunan buku manasik yang lebih praktis, ringkas dan jelas.
“Termasuk rekrutmen Petugas haji (TPHI, TPIHI, TKHI, TPHD, TKHD) agar transparan dan memenuhi kualifikasi yang ditetapkan serta perlu regulasi antar petugas dalam satu kloter maupun penguatan bentuk kemitraan antara KBIH dengan petugas kloter,” tambahnya.
Sementara dalam hal perlindungan, penting diupayakan gelang identitas jamaah haji dengan memanfaatkan teknplogi chip. Hal ini untuk kemudahan petugas dalam memonitor pergerakan para jamaah.
Selain itu juga direkomendasikan agar nilai klaim asuransi dikembalikan sesuai dengan jumlah setoran BPIH jamaah haji. Aturan tentang Istithaah hendaknya dilaksanakan secara konsisten, agar keselamatan jemaah haji dapat terjamin.
Sedangkan dalam hal keuangan merekomendasikan agar pembahasan Pemerintah dan DPR dalam penetapan BPIH serta pelunasannya agar diputuskan lebih awal dan perinciannya diumumkan secara transparan.
Pemerintah hendaknya mengatur pemanfaatan Dana Abadi Umat (DAU) untuk sebesar-besarnya kesejahteraan umat, Pemerintah dan DPR juga perlu mengatur bagi hasil dana setoran jamaah haji dalam masa tunggu agar transparan, akuntabel dan produktif.
DPR dan Pemerintah perlu memikirkan dan mengatur langkah-langkah konkret tentang masa tunggu jemaah haji yang sudah mencapai belasan tahun serta Kemenag perlu menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal hak umat Islam untuk melaksanakan ibadah haji berkali-kali.
“Pemerintah hendaknya juga mengupayakan penambahan jatah air zam-zam untuk jamaah haji sebanyak sepuluh liter,” jelas Sekretaris MUI Jawa Tengah ini.