Senin 05 Sep 2016 06:50 WIB

Jihad Lawan Kompeni, Mencari Ilmu dan Pahala Sembari Berhaji

Perjalanan kafilah rombongan jamaah haji meninggalkan kota Makkah menuju padang Arafah pada tahun 1935.
Foto:
Jamaah haji berangkat ke Makkah di Pelabuhan Tanjung Priok tahun 1938.

=================

Kita hanya mengetahui beberapa nama saja dari semua orang Indonesia yang telah naik haji dan mencari ilmu di tanah suci. Syaikh Yusuf Makassar berangkat ke tanah Arab pada tahun 1644 dan baru kembali ke Indonesia sekitartahun 1670. Ia belajar kepada banyak ulama besar, terutama ulama tasawwuf, dan memperoleh ijazah untuk mengajar berbagai tarekat.

Yang dicari Yusuf bukan kesaktian saja. Di bawah bimbingan Syaikh Ibrahim al-Kurani di Madinah ia antara lain mempelajari kitab falsafah, kalam dan tasawwuf yang sangat sulit seperti Al- Durrah Al-Fakhirah karangan `Abd al-Rahman Jami.[8] Setelah Yusuf pulang keIndonesia, ia bukan hanya menyebarkan tarekat Khalwatiyah saja tetapi punya peranan politik yang cukup penting sebagai penasehat Sultan Ageng Tirtayasa di Banten. Ketika Kompeni Belanda campur tangan dalam urusan intern Banten dan membantu putra Sultan Ageng, Sultan Haji, menyingkirkan ayahnya, Yusuf membawa penganutnya ke gunung dan memimpin gerilya melawan Belandasampai akhirnya - setelah hampir dua tahun - ia ditangkap dan dibuang ke Selon (Sri Lanka).

Ulama lain yang juga lama menetap dan memperdalam ilmu-ilmu agama di Makkah dan Madinah adalah `Abd al-Ra'uf Singkel, yang kemudian mencapai kedudukan tinggi di Aceh. `Abd al-Ra'uf dikenal sebagai pembawa tarekat Syattariyah ke Indonesia dan sebagai penerjemah dan penyunting Tafsir Jalalain dalam bahasa Melayu. Gurunya yang paling penting di Madinah tidak lain dari Ibrahim al-Kurani tadi. Pada masanya Ibrahim adalah ulama yang paling besar di Madinah, dan murid-murdinya datang dari seluruh dunia Islam.

Melalui muridnya ia mempengaruhi gerakan reformis abad ke-18 di berbagai negara. Baik Muhammad bin `Abd al-Wahhab di tanah Arab maupun Syah Waliyullah di India dan reformis Muslim Cina Ma Mingxin telah belajar kepada murid-murid Ibrahim al-Kurani.

Selain Yusuf dan `Abd al-Ra'uf barangkali masih ada banyak orang Indonesia lainnya yang telah belajar kepada ulama besar ini. Salah satu karya Ibrahim ditulisnya khusus untuk murid-muridnya dari Indonesia, mungkin atas permintaan `Abd al- Ra'uf. Tulisan ini merupakan komentar terhadap suatu teks wahdat al-wujud yang sangat populer di Indonesia, Tuhfah Al-Mursalah. Karena kitab ini di Indonesia telah menimbulkan penyimpangan ke arah panteisme, Ibrahim menulis koreksi dan memberikan penjelasan lebih ortodoks tentang faham wahdat al-wujud.

Dari contoh di atas kita melihat beberapa fungsi sosiologis haji. Orang Indonesia mencari ilmu di Makkah dan Madinah dan setelah pulang ke tanah air mereka mengajar kepada masyarakat sekitarnya ilmu-ilmu yang telah mereka pelajari di tanah suci. Praktek-praktek keagamaan di Indonesia senantiasa mendapat koreksi dari sana juga. Islamisasi Indonesia, pada hemat saya, perlu dilihat sebagai suatu proses yang sudah berlangsung sejak abad ke-13 dan yang masih terus berlanjut sampai sekarang. Entah siapa yang pertama-tama membawa Islam ke Indonesia - apakah orang India, Arab atau Cina - yang jelas bahwa sejak abad ke-17 peranan utama dimainkan oleh orang Nusantara sendiri yang telah belajar di tanah suci. Semua gerakan pemurnian dan pembaharuan di Nusantara, sampai awal abad ke-20, bersumber dari Makkah dan Madinah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement