Senin 05 Sep 2016 06:50 WIB

Jihad Lawan Kompeni, Mencari Ilmu dan Pahala Sembari Berhaji

Perjalanan kafilah rombongan jamaah haji meninggalkan kota Makkah menuju padang Arafah pada tahun 1935.
Foto:
Foto Makkah 1850

Di tanah Arab, para haji Indonesia juga bertemu dengan saudara seiman dari seluruh dunia Islam, yang belajar kepada guru-guru yang sama, dan dengan demikian mereka mengetahui perkembangan dan gerakan di negara-negara Muslim lainnya. Akhirnya, perkembangan-perkembangan di pelosok dunia Islam lainnya juga mempunyai dampak di Indonesia. Setelah penjajahan Belanda sudah mantap di pulau Jawa dan beberapa daerah lainnya, haji masih mendapat suatu fungsi baru.

Di Makkah, para haji berada di bawah suatu pemerintahan Islam, bebas dari campur tangan penjajah. Situasi ini tidak mungkin tidak membuat mereka lebih sadar terhadap kolonialisme. Pada tahun 1772, seorang ulama kelahiran Palembang yang menetap di Makkah (kemungkinan besar `Abd al Samad al-Falimbani pengarang Sair Al-Salikin) menulis surat kepada Sultan Hamengkubuwono I dan kepada Susuhunan Prabu Jaka. Isinya, rekomendasi bagi dua orang haji yang baru pulang an mencari kedudukan, tetapi dalam pendahuluan surat ada pujian terhadap raja-raja Mataram terdahulu yang telah ber-jihad melawan Kompeni. Surat-surat ini dapat dibaca sebagai anjuran untuk meneruskan jihad melawan penjajah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement