Jumat 06 Jan 2017 04:21 WIB

Tinggal di Makkah, Minum Air Zamzam: Impian Naik Haji Pangeran Diponegoro

Foto:
Lukisan ini dipasang di ruangan bekas tahanan Pangeran Diponegoro di area Museum Rotterdam di Makassar, Ujungpandang.

Tak bisa dibantah memang ajaran Islam begitu melekat di kalangan punggawa kraton Mataram. Apalagi semenjak didirikan para bangsawan dan para raja kerajaan tersebut menjadikan pesantren sebagai sumber utama pendidikan mereka.

Raja Paku Buwono IV misalnya adalah raja yang ulama. Bukan hanya rutin menjadi pemberi khotbah Jumat di masjid kraton, Paku Buwono IV malah setiap harinya selalu mengenakan gamis seperti yang sering dipakai para haji atau ulama.

Sedangkan salah satu pangeran yang  secara khusus menyatakan diri ingin naik haji adalah Pemimpin Perang Jawa: Pangeran Diponegoro. Bahkan, 'pangeran santri' ini tak hanya ingin pergi berhaji ke Makkah, dia juga  ingin tinggal menetap di tanah suci serta mengakhiri hidupnya di sana.

Sejararawan Inggris yang menuis dan meneliti tentang sosok Pangeran Diponegoro, Peter Carey, dalam bukunya ‘Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855’ menyataan keinginan untuk naik haji itu maulai dinyatakan Diponegoro pada masa akhir perang Jawa, yakni di akhir tahun 1829.

‘’Niat (Pangeran Diponegoro) untuk naik haji muncul pada episode akhir perang Jawa. Ia sepertinya merencanakan ‘purnawira (pensiun dari dunia militer,red) dengan cara tinggal di Makkah,’’ tulis Peter Carey.

Tak hanya itu, sosok atau profil seorang haji juga menjadi pembawa spirit  Diponegoro ketika menyerukan perang Sabil melawan kolonial Belanda. Dalam ‘pertemuan rohani’ ketika menyepi di gua-gua di sekitar Yogyakarta, Diponegoro dijemput secara gaib oleh seseorang yang mengenakan pakaian haji. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 Ramadhan pada tahun-tahun menjelang  (16 Mei 1825) Perang Jawa berkobar. Sosok haji gaib inilah yang kemudian disebut sebagai penampakan dari Ratu Adil.

Ratu Adil yang berbentuk seorang haji membisikan kepada Diponegoro agar sebagai Muslim Jawa menjunjung kemuliaan agama Islam di Jawa dan melaksanakan tugas sebagai ratu panateg panatagama  (seorang raja yang akan berdiri sebagai ‘penata agama’).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement