IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pengawasan Haji DPR saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) penyelenggaraan haji di sektor lima Kota Makkah, Arab Saudi, menemukan fakta adanya penukaran uang yang bisa merugikan jamaah haji. Temuan melihat adanya potongan uang berlebihan saat penukaran uang.
"Kami kaget, ternyata selama ini terjadi praktik penukaran uang yang tidak lazim bagi jamaah haji yang ingin menukarkan uang riyal," kata Wakil Ketua Komisi VIII, Iskan Qolba Lubis dalam siaran persnya kepada media di Jakarta, Senin (28/8).
Kasus penukaran uang yang bisa merugikan jemaah haji ini terjadi di Kloter 47 Jakarta dan sekitarnya (JKS) yang ingin menukarkan uang riyal pecahan 500. Untuk satu pecahan akan dikenakan potongan 80 riyal, berarti kalau tiga pecahan akan terpotong 240 riyal.
Menurut Iskan, praktik penukaran uang tersebut juga terjadi pada jamaah haji lain, seperti yang terjadi di jamaah haji Medan. Berdasarkan pengakuan jamaah haji kloter Medan, penukaran pecahan 500 riyal ternyata hanya menerima 450 riyal, dan kegiatan seperti itu diduga atas sepengetahuan petugas keberangkatan jamaah haji. Menurut Iskan praktik penukaran uang yang merugikan jamaah haji tersebut tidak diperbolehkan apalagi dalam penyelenggaraan haji, selain dilarang agama karena bersifat ribawi juga sangat menzalimi jamaah haji sendiri.
Menyikapi hal itu, komisi VIII DPR akan meminta Bank Indonesia (BI) untuk menyediakan pecahan 100 riyal, sehingga memudahkan jamaah haji menukarkan uangnya. Selain itu, Komisi VIII akan meminta Kementerian Agama melakukan investigasi di seluruh penerbangan jamaah haji untuk menindak para oknum pelaku.
Selain penukaran uang yang merugikan jamaah haji, juga ditemukan beberapa kekurangan pelayanan terhadap jamaah haji, seperti kasus makanan basi di Madinah dengan jumlah sebanyak 6.400 kotak makan. Tim pengawasan juga menemukan rendahnya kualitas tas yang dibagikan kepada jamaah, padahal tas merupakan identitas yang dilihat jamaah seluruh dunia.
"Kasus basinya makanan dalam jumlah yang banyak bagi jamaah haji menandakan lemahnya pengawasan makanan yang disajikan, terutama jenis sayuran berkuah," kata Iskan.