Senin 23 Oct 2017 06:33 WIB

Begini Rasanya Naik Haji dengan Menjadi Tamu Raja Arab Saudi

Raja Faisal dari Saudi yang ditembak mati keponakannya, Pangeran Faisal.
Foto:
Kabah, Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi

Sahabat saya ini seorang staf KBRI di Damaskus, Suriah. Dia dengan didampingi istrinya bertolak dari Suriah ke Madinah dengan menggunakan mobil sendiri. Saat ber temu dengan saya, dia mengajak saya ke Jeddah ke rumah pamannya. Selama di Jeddah, saya mampir ke KBRI setempat. Saat itulah, nasib baik menghampiri saya.

Atase Pers KBRI di Arab Saudi, Pak Arifin, menawar kan saya untuk menjadi tamu negara. Tiap tahun, Kerajaan Arab Saudi memang mengundang dua wartawan dari negara-negara sahabat untuk berhaji sebagai tamu negara. Tentu saja, saya tidak melewatkan kesempatan ini. Karena menjadi tamu kerajaan, saya mendapat fasilitas sangat istimewa. Untuk perjalanan saya selama di Tanah Suci, disediakan kendaraan Chevrolet tahun 1973 dan tinggal di Hotel Kandara, hotel terbaik di Jeddah kala itu.

Tiap pagi mobil siap membawa saya ke Makkah pulang-pergi. Da lam setiap acara, saya bergabung dengan wartawan-wartawan dari berbagai negara, termasuk dari Palestina. Dia mendapat perhatian pemerintah berbagai negara karena negara-negara Arab saat itu masih kompak membantu Palestina dalam menghadapi Israel.

Sebagai tamu negara, saat melaksanakan ibadah haji, kami mendapat perlakuan khusus. Saat melaksanakan wukuf di Arafah, rombongan wartawan undangan kerajaan ditempatkan di tenda khusus. Kami berdoa dan membaca talbiyah dan bacaanbacaan lainnya yang dibimbing seorang ulama dari Arab Saudi. Di Mina, kami diundang menghadiri resepsi yang diselenggarakan oleh Raja Faisal untuk tokoh dan pemimpin Islam dari mancanegara.

Resepsi berlangsung malam hari dan makanan yang dihidangkan sangat beragam, termasuk kambing guling. Dalam pidatonya saat itu, Raja Faisal mengutuk keras aksi zionis Israel dan mengajak umat Islam bersatu melawan aksi tersebut. Pa ra tamu mancanegara ini diberi kesempatan untuk bersalaman dengan Raja Faisal. Saya juga termasuk yang beruntung karena bisa bersalaman. Sayangnya, tidak ada yang memfotonya sehingga saya tidak punya dokumentasi kejadian langka tersebut.

 

*Alwi Shahab, sesepuh wartawan Republika, penulis berbagai tema tentang sejarah Jakarta dan sosial politik Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement