Sabtu 22 Dec 2018 21:30 WIB

PATUHI Ajukan Solusi Terkait Kebijakan Biometrik

Solusinya rekam biometri dilakukan di embarkasi atau bandara keberangkatan saja.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Andi Nur Aminah
Calon haji Makassar yang tergabung kelompok terbang (kloter) 1 Embarkasi Makassar menjalani perekaman Biometrik di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/7).
Foto: Antara/Sahrul Manda Tikupadang
Calon haji Makassar yang tergabung kelompok terbang (kloter) 1 Embarkasi Makassar menjalani perekaman Biometrik di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/7).

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Banyak pihak merasa disulitkan dengan kebijakan Pemerintah Arab Saudi menerapkan rekam biometrik oleh Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel. Perekaman biometrik di VS Tasheel ini sebagai syarat calon jamaah umrah mendapatkan visa umrah. Karenanya, Permusyawaratan Antarsyarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (PATUHI) mengajukan solusi untuk permasalahan itu.

"Ada pun solusi terbaik dalam penerapan (kebijakan) rekam biometrik ini adalah dilakukan di embarkasi atau bandara keberangkatan jamaah saja," kata Sekretaris Jenderal PATUHI, H Muharom Ahmad melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Sabtu (22/12).

Muharom menyampaikan alasannya mengapa rekam biometrik sebaiknya dilakukan di embarkasi atau bandara. Sebab Indonesia adalah negara yang terdiri dari 17.504 pulau dan 514 kabupaten/kota. Selain itu yang menjadi pertimbangan adalah total calon jamaah umrah lanjut usia mencapai 10 persen dari total jamaah umrah yang ada.

Ia juga menerangkan infografis calon jamaah umrah Indonesia. Pada 1439 Hijriah atau periode 2017-2018, tercatat ada sebanyak 1.050.000 jamaah umrah Indonesia. Jamaah yang umrah dengan biaya 3.000 dolar AS hingga 3.500 dolar AS berjumlah tiga persen dan didominasi jamaah dari kota besar. Jamaah yang umrah dengan biaya 2.500 dolar AS hingga 3.000 dolar AS sebanyak tujuh persen, juga didominasi jamaah dari kota besar.

Sedangkan, jamaah yang umrah dengan biaya 2.000 dolar AS hingga 2.500 dolar AS ada sebanyak 10 persen dan didominasi oleh jamaah dari kota-kota kecil. Kemudian jamaah yang umrah dengan biaya 1.600 dolar AS hingga 2.000 dolar AS sebanyak 30 persen. Mereka ini kebanyakan berasal dari pedesaan.

"Sementara jamaah yang umrah dengan biaya 1.300 dolar AS hingga 1.600 dolar AS yang terbesar dengan jumlah 50 persen. Ini didominasi calon jamaah dari pedesaan atau wilayah terpencil," ujarnya.

Muharom menegaskan, berdasarkan data infografis tersebut, maka ada 50 persen calon jamaah umrah akan kesulitan dengan kebijakan rekam biometrik di kantor VFS Tasheel. Sementara VFS Tasheel hanya ada di kota-kota besar saja.

Calon jamaah umrah juga terkendala waktu saat pulang pergi ke VFS Tasheel, antrean di VFS Tasheel yang panjang dan mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi serta penginapan saat pergi ke kantor VFS Tashell. Kebijakan rekam biometrik juga akan menghambat penjadwalan grup-grup umrah yang sudah dijadwalkan penyelenggara umrah.

"Untuk itu kami usulkan agar perekaman biometrik ini dilakukan di bandara embarkasi keberangkatan umrah saja, yakni di Jakarta, Medan, Surabaya dan Makassar. Hhal ini bisa dilakukan empat jam sebelum jadwal penerbangan," jelasnya.

Kementerian Agama (Kemenag) juga telah meminta Pemerintah Arab Saudi untuk meninjau ulang kebijakan rekam biometrik di kantor VFS Tasheel. Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah dari Kemenag, Ali Machzumi mengatakan, calon jamaah umrah Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan.

Namun, geografis Negara Indonesia sangat luas dan berbentuk kepulauan. Sehingga masyarakat Indonesia membutuhkan moda transportasi darat, laut dan udara untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain. "Atas pertimbangan ini kami sangat berharap akan pertimbangan yang matang dari Pemerintah Arab Saudi (terkait kebijakan rekam biometrik)," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement