Jumat 04 Jan 2019 18:01 WIB

'Ada yang Janggal pada Kebijakan Biometrik Arab Saudi'

Harus jelas data masyarakat Indonesia itu untuk apa.

Rep: Fuji E Permana / Red: Andi Nur Aminah
Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj sedang diwawancara wartawan (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj sedang diwawancara wartawan (ilustrasi)

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Haji dan Umrah menilai ada kejanggalan hukum dalam kebijakan biometrik Pemerintah Arab Saudi. Bahkan Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel yang melaksanakan kebijakan biometrik dinilai menyinggung kedaulatan Negara Indonesia.

Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj mengatakan, ibadah umrah dilaksanakan di Arab Saudi. Kalau Pemerintah Arab Saudi membutuhkan data calon jamaah umrah untuk data base dengan alasan demi keamanan negara, semua negara juga menerapkan peraturan yang sama.

Baca Juga

"Kebijakan rekam biometrik kepentingan Arab Saudi, kalau ini kepentingan Arab Saudi sebagai negara tuan rumah, kalau pengambilan data (biometrik) di Arab Saudi maka tidak masalah," kata Mustolih kepada Republika.co.id, Jumat (4/1).

Ia menjelaskan, yang terjadi sungguh mengejutkan karena rekam biometrik calon jamaah umrah dilakukan di Indonesia. Bahkan dilakukan oleh perusahaan swasta, bukan Pemerintah Arab Saudi. Komnas Haji dan Umrah melihat ada persoalan yang sangat serius dalam hal ini.

Ia mempertanyakan apa landasan hukum VFS Tasheel mengambil data masyarakat untuk kepentingan Pemerintah Arab Saudi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rekam biometrik dilakukan dengan mengambil sidik jari, menyimpan data retina mata dan lain sebagainya.

Dia mengatakan, harus jelas data masyarakat Indonesia itu untuk apa, bagaimana jaminan serta perlindungan data tersebut. "Apa yang melandasi itu (VFS Tasheel mengambil data masyarakat Indonesia), dasar hukumnya apa, peraturan menteri agama (PMA) belum ada yang mengaturnya," ujarnya.

Mustolih menerangkan, kalau merujuk ke PMA Nomor 8 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan ibadah umrah, PMA itu tidak mengatur rekam biometrik dilakukan oleh swasta di wilayah Indonesia. UU Imigrasi juga tidak mengatur hal tersebut.

Ia menganalogikan, bagaimana kalau masyarakat Arab Saudi yang hendak pergi ke Bali diambil datanya oleh perusahaan swasta dari Indonesia di Jeddah dan Madinah. Kebijakan dan kepentingan Arab Saudi bersama VFS Tasheel di wilayah Indonesia pun menyinggung kedaulatan NKRI.

"Yang menjadi persoalan mendasar kedaulatan Pemerintah Indonesia yang tidak berdaya ketika ada unsur non government asing kemudian melakukan kegiatan yang belum ada landasan hukumnya," jelasnya.

Komnas Haji dan Umrah menegaskan, (Kementerian Agama) Kemenag tidak boleh mengabaikan dan membiarkan hal ini terjadi. Tapi Kemenag tidak mungkin bergerak sendiri. Kemenag harus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM atau Kementerian Dalam Negeri, karena rekam biometrik menyangkut data kependudukan.

Mustolih mengatakan sudah semestinya pemerintah tegas, di wilayah NKRI siapapun orangnya, pemerintah asing atau perusahaan swasta harus jelas tujuannya dan patuh pada peraturan hukum yang berlaku. Terkait kebijakan biometrik ini seolah-olah pemerintah menerima begitu saja. Padahal VFS Tasheel juga harus menghormati kedaulatan NKRI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement