Senin 01 Apr 2019 15:42 WIB

Komnas Haji dan Umrah Minta Presiden Segera Teken UU Haji

Komnas Haji dan Umrah menilai UU Haji tersebut legalitas haji dan umrah di Indonesia.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj. Komnas Haji dan Umrah meminta BKPM kaji ulang izin VFS Tahseel.
Foto: Republika/Fuji Eka Permana
Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj. Komnas Haji dan Umrah meminta BKPM kaji ulang izin VFS Tahseel.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Komnas Haji dan Umrah meminta Presiden segera mengesahkan penandatanganan Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang diketok DPR dalam Sidang Paripurna, Kamis (28/3). 

Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan, penandatanganan ini  penting agar UU tersebut bisa segera menjadi lembaran negara dan kemudian diundangkan agar efektif menjadi aturan yang mengikat secara nasional.  

Baca Juga

"Namun jika dalam tempo 30 hari Presiden tidak kunjung menandatangani maka UUPIHU secara otomatis akan berlaku," kata Mustolih saat dihubungi Republika.co.id, Senin (1/4). 

Oleh karena itu Presiden, kata Mustolih, harus segera mengesahkan UU PIHU, terlebih musim haji tinggal beberapa bulan lagi akan tiba yang akan disusul musim umrah. Berbagai persiapan membutuhkan payung hukum yang jelas. 

 

Lebih lanjut Mustolih menjelaskan, UU ini menyempurkanakan sekaligus mengganti Undang-Undang No 13 Tahun 2008 yang selama menjadi dasar hukum penyelenggaraan ibadah haji umrah. UU tersebut sudah tidak sejalan dengan dinamika perkembangan zaman dan banyak kelemahan dari aspek hukum.     

"Beleid yang terdiri dari 14 bab dan 132 pasal ini memuat cukup banyak ketentuan yang positif dan progresif," katanya. 

Dia menjelaskan, di antaranya dari judulnya UU PIHU secara tegas menyebutkan frase umrah, sehingga dengan begitu umrah dalam batang tubuh undang-undang ini mendapatkan pengaturan yang cukup proporsional. Padahal pada UU sebelumnya umrah hanya diatur oleh empat pasal saja di mana fokus utamanya hanya memprioritaskan urusan haji. 

Dia melanjutkan, di peraturan perundang-undang yang lama, umrah masih dianggap sebagai hal tidak begitu penting. Padahal waktu penyelenggaraan umrah lebih lama daripada penyelenggaraan haji yang hanya satu tahun sekali.

Pada UU haji yang lama, regulasi umrah hanya mengandalkan aturan pada level peraturan Menteri Agama (PMA). Hal tersebut, menurut Mustolih, membuat ruang gerak UU lama dan daya ikat serta jangkauannya menjadi sangat terbatas untuk mencegah, mengatasi, dan menyelesaikan berbagai problematika umrah.

"Padahal masalah umrah sangat kompleks termasuk untuk menjerat penyelenggara umrah nakal yang beberapa tahun lalu menjadi sorotan karena merugikan ratusan ribu calon Jemaah umrah," katanya

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement