Kamis 26 Sep 2019 08:40 WIB

Kemenag Hormati Kebijakan Saudi Soal Asuransi Umrah

Asuransi kesehatan menjadi syarat penerbitan visa umrah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus dari Dirjen PHU Kementerian Agama RI, M Arfi Hatim
Foto: fuji eka permana
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus dari Dirjen PHU Kementerian Agama RI, M Arfi Hatim

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Agama (Kemenag) belum mengetahui Pemerintah Saudi mengeluarkan kebijakan baru terkait  asuransi kesehatan menjadi syarat diterbitkannya visa umrah. Kebijakan tersebut akan diberlakukan mulai tanggal 27 Septermber 2019.

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag) Arfi Hatim mengaku belum mengetahui adanya kebijakan tersebut. Meski demikian pihaknya menghormati apa yang menjadi kebijakan Pemerintah Saudi.

Baca Juga

"Apapun itu kalau terkait dengan kebijakan dan aturan dan ketentuan negara yang bersangkutan intinya kita tetap menghormati," kata Arfi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (25/9).

Menurutnya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama tidak bisa mengomentari lebih jauh kebijakan-kebijakan Pemerintah Saudi termasuk negara lainya. Begitu juga negara lain terhadap kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia harus menghormati.

"Karena itu kewenangan dari negara yang bersangkutan ( Pemerintah Saudi). Sama saja ketika kita menerapkan peraturan dan ketentuan negara lain harus mengikuti," ujarnya.

photo
Ribuan jamaah melaksanakan sai antara Bukti Shafa dan Marwah, Sabtu (17/8). Pelaksanaan sai ini dilakukan jamaah yang mengambil umrah sunnah atau membadalkan umrah untuk orang tua atau saudara yang telah meninggal dunia.

Menurutnya, semua pihak terkait dalam hal ini jamaah umrah dan Penyelenggara Ibadah Umrah (PPIU) harus menghormati apa yang menjadi kebijakan Saudi. Apalagi kebijakan asuransi tujuannya demi kebaikan jamaah umrah selama di Saudi. 

"Mungkin ada tujuan positif dengan diterapkanya aturan tersebut. Kalau asuransi dalam rangka perlindungan terhadap jamaah," katanya.

Arfi memastikan dengan adanya kewajiban membeli asuransi kesehatan sebagai syarat diterbitkannya visa umrah, akan ada nilai lebih terhadap biaya sebuah paket umrah yang ditawarkan kepada jamaah. Meski demikian pengusaha travel umrah tetap harus memberikan harga yang porposional.

"Tentu kami sebagai regulator menghimbau kepada penyelenggara umrah dan juga menyampaikan kepada jamaah bahwa ada kebijakan resmi dari Pemerintah Saudi dan kalaupun harus menambah biaya kami harapkan menambah biaya secara porposional," katanya.

Arfi menyampaikan, setelah ada ketentuan asuransi kesehatan sebagai syarat diterbitkan visa umrah, jamaah memiliki dua asuransi. Asuransi sebelumnya kata Arfi merupakan amanah dari undang-undang yang tujuannya demi melindungi para jamah umrah. 

"Salah satu bentuk perlindungan itu berupa asuransi. Ada asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan dan kematian itu pemerintah undang-undang dan ini lebih kepada proteksi jamaah," katanya.

photo
Ribuan jamaah melaksanakan sai antara Bukti Shafa dan Marwah, Sabtu (17/8). Pelaksanaan sai ini dilakukan jamaah yang mengambil umrah sunnah atau membadalkan umrah untuk orang tua atau saudara yang telah meninggal dunia.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Arab Saudi menjadikan health insurance atau asuransi kesehatah sebagai syarat utama untuk mendapatkan visa umrah. Jamaah umrah harus membayar biaya asuransi kesehatan ini sebesar 70-75 Riyal Arab Saudi jika ingin visa umrahnya keluar.

“Sekarang ada pengenaan baru namanya health insurance,” kata Sekretaris Jenderal Himpuna Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), Anton Subekti, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (24/9).

Anton mengatakan kebijakan health insurance ini akan mulai diberlakukan pada 27 September 2019. Artinya semua jamaah umrah yang mengajukan visa umrah terlebih dahulu harus membayar 70-75 Riyal yang dibayar langsung di dalam sistem.

Anton menuturkan, pada tahun ini pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang dinilai memberatkan jamaah umrah. Kebijakan yang dinilai memberatkan itu pertama menetapkan harga sebesar 500 Riyal Arab Saudi dan kedua mewajibkan jamaah membeli asuransi kesehatan sebagai peryaratan terbitnya visa umrah. “Inikan aturan radikal dari sisi penyelenggaraan umrah di Arab Saudi,” katanya.

Menurut Anton, pengenaan visa berbayar sekaligus menghapus visa progresif sebesar 20 ribu Riyal itu sudah berlaku sejak 9 September. Kebijakan ini merupakan program Pemerintah Saudi untuk mewujudkan Visi 2030 yaitu jamaah umrah harus mencapai 30 juta jamaah pertahun dan haji 9 juta pertahun. “Dengan program visi misi itu mereka ingin menjadikan sektor umrah dan haji andalan pemasukan negara,” katanya.

Dulu, kata dia, Pemerintah Saudi menjadikan sektor minyak menjadi andalan. Namun, sekarang sektor minyak sudah tidak bisa Saudi andalkan lagi, karena harga minya dunia sudah hancur. Jadi mau tidak mau Saudi mengambil keuntungan di sektor haji dan umrah.

“Jadi yang bisa mereka andalkan umrah haji karena sudah terbukti umrah haji ini tidak surut dengan kejadian apapun,” katanya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement