Ahad 26 Apr 2020 16:37 WIB

Ajarkan Tarekat Sepulang dari Makkah

Proses perjalanan orang yang melakukan tarekat diawali dengan pengambilan sumpah.

Ajarkan Tarekat Sepulang dari Makkah. (Ilustrasi)
Foto:

Di Indonesia, tarekat tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangannya di negara-negara Islam. Tarekat tersebut dibawa oleh para pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Makkah sekitar abad ke-16 sampai ke-19 M. Atau istilah populernya ''From Makkah with Tarekat''. Setiap mereka yang belajar di Makkah dapat dipastikan ketika pulang ke Indonesia membawa serta ijazah (semacam restu--Red) dari sheikhnya (guru tarekat) untuk mengajarkan tarekat tertentu di Indonesia.

Setelah tiba di Tanah Air mereka pun kemudian menjadi sheikh tarekat. Sebagai misal, Hamzah Fansuri adalah sheikh tarekat Qadiriyah, Al-Raniry merupakan sheikh tarekat Rifaiiyah, Abdul Rauf Singkel adalah syeikh tarekat Syattariyah, dan Al-Palembany adalah syeikh tarekat Sammaniyah. Yang tersebut terakhir ini bahkan mengarang buku Sammaniyah. Itu sebabnya ia dianggap orang atau syeikh yang pertama kali memperkenalkan tarekat tersebut di Indonesia.

Selain yang tersebut tadi, di Indonesia masih banyak lagi aliran atau nama tarekat. Ada yang bersifat lokal dalam arti tidak berafiliasi kepada salah satu tarekat populer di negeri lain, seperti tarekat Wahidiyah dan Shiddiqiyah di Jawa Timur, tarekat Syahadatain di Jawa Tengah, dan masih banyak lagi. Tarekat-tarekat yang banyak mendapat simpati dan pengikut di Indonesia, antara lain Tarekat Khalwatiyah, Syatariyah, Qadiriyah, dan Tarekat Alawiyah. Lalu Tarekat Syadziliyah, Rifa'iyah, Idrisiyah, Sanusiyah, Tijaniyah, Naqsyabandiyah.

Naqsyabandiyah mempunyai tiga cabang yang merupakan terbesar di Indonesia, yaitu Naqsyabandiyah Madzhariyah, Naqsyabandiyah, dan Qadiriyah Naqsyabandiyah. Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah merupakan gabungan dua tarekat sekaligus yang dilakukan Syeikh Ahmad Khatib Sambas di Mekah pada 1875 M. Dia yang kemudian berjasa dalam memperkenalkan tarekat ini di Indonesia dan Melayu hingga wafatnya.

Di Makkah ia menjadi guru sebagian besar ulama Indonesia modern (setelah kemerdekaan) hingga mendapatkan ijazah. Setelah kembali ke Indonesia, para ulama itu selain mendirikan pesantren juga sekaligus memimpin tarekat (menjadi sheikh tarekat) dan mengajarkannya kepada masyarakat, sehingga tarekat itu tersebar di berbagai daerah. Di antara ulama adalah Syeikh Nawawi Al-Bantani (wafat 1887 M), Syeikh Khalil Bangkalan (wafat 1918 M), Syeikh Mahfudz Termas (wafat 1923 M), dan Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ari yang juga pendiri NU.

Dalam perkembangannya, setelah tarekat menjadi semacam organisasi atau perguruan, kegiatannya pun semakin meluas. Tidak terbatas hanya pada zikir dan wirid atau amalan-amalan tertentu saja, tapi juga pada masalah-masalah lain yang bersifat duniawi. Bahkan ada beberapa kelompok tarekat yang melibatkan diri dalam kegiatan politik. Pengikut Tarekat Sanusiyah melawan penjajah Italia di Libia.

Tarekat Tijaniyah menentang penjajah Prancis di Afrika Utara, Tarekat Safawiyah melahirkan Kerajaan Safawiyah di Persia (Iran), dan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah mengadakan perlawanan terhadap penjajah Belanda.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement