Ahad 26 Apr 2020 16:37 WIB

Ajarkan Tarekat Sepulang dari Makkah

Proses perjalanan orang yang melakukan tarekat diawali dengan pengambilan sumpah.

Ajarkan Tarekat Sepulang dari Makkah. (Ilustrasi)
Foto:

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah merupakan tarekat terbesar di Indonesia, baik pengikut maupun pengaruhnya. Tarekat ini mulai memperlihatkan pengaruhnya ketika melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Waktu itu, berdasarkan laporan seorang pengabar Injil di Indonesia, ia mengatakan pemerintah Belanda harus mengarahkan perhatiannya kepada para haji, mereka yang mengenakan pakaian dan kopiah serba putih, serta setia melaksanakan shalat, zikir di masjid, berpegang teguh pada syariat. Mereka itulah para sufi yang perlu diantisipasi. Akibat dari laporan itu, Belanda akhirnya menggunakan politik keras terhadap golongan konservatif yang konsisten terhadap syariat.

Mereka dituduh sebagai ekstremis dan dimasukkan dalam daftar teroris. Yang menambah keyakinan Belanda bahwa kaum sufi adalah teroris adalah pecahnya revolusi di Libia yang dimotori Tarekat Sanusiyah. Hanya dalam beberapa tahun kemudian pecahlah revolusi petani di Banten, Jawa Barat, yang terkenal dengan 'jihad akbar' melawah kafir Belanda. Pemimpin Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah berperan aktif dalam revolusi tersebut.

Beberapa tahun kemudian juga pecah revolusi di Lombok (1891 M) oleh kaum Muslim terhadap penguasa lokal Hindu. Pemberontakan berlangsung tiga tahun dan diakhiri dengan pengiriman kekuatan tambahan ke Lombok dari provinsi lain. Setelah diteliti, diketahui bahwa pemimpin revolusi adalah seorang syeikh Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Pada 1903 juga pecah revolusi di Sidoarjo, Jawa Timur, yang dipimpin Sheikh Hasan Mukmin. Ia mengumumkan perang melawan penjajah Belanda.

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah ditemukan terlibat di dalamnya karena pemimpinnya adalah murid Syeikh Hasar Tafsir, seorang khalifah tarekat di Jawa. Pemberontakan-pemberontakan tersebut di satu sisi membuat penjajah Belanda semakin bersikap curiga dan hati-hati, bahkan berkelakuan baik terhadap tarekat, namun di sisi lain jumlah pengikut tarekat di Indonesia semakin banyak.

Kalau tarekat sudah tercacat dengan tinta emas dalam perjuangan bangsa Indonesia, kini yang ditunggu bangsa Indonesia adalah peran mereka dalam ikut mengatasi krisis multidimensi yang menimpa bangsa ini. Krisis yang menerpa Indonesia bukan hanya ekonomi, tapi juga akhlak alias perilaku. Untuk yang terakhir ini peran pengamal tarekat sangat diharapkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement