REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Umat Muslim dunia mengatakan rasa kecewa atas keputusan yang diambil Kerajaan Arab Saudi untuk membatasi ibadah haji tahun ini. Namun, mereka juga menerima karena ini untuk kemaslahatan yang lebih besar.
Senin (22/6) malam, Pemerintah Arab Saudi mengumumkan jika pelaksanaan haji akan dilakukan dengan sangat terbatas. Hanya umat Muslim yang tinggal di negara itu yang diperbolehkan melaksanakan rukun Islam kelima.
Dilansir di Daily Mail keputusan ini menjadi yang pertama dalam sejarah Arab Saudi modern, di mana peziarah internasional dilarang ikut.
Adapun langkah tersebut sebenarnya sudah diprediksi dan tak terhindarkan. Mengingat beberapa negara sudah mengumumkan mundur dan tidak akan mengirimkan jamaahnya.
Meski demikian, pengumuman itu tetap memberi dampak kekecewaan bagi Muslim yang telah berinvestasi dalam jumlah besar dan menghadapi antrian tunggu untuk pergi haji.
"Harapan saya untuk pergi (ke Makkah Arab Saudi) sangat tinggi. Saya sudah bersiap selama bertahun-tahun. Tapi apa yang bisa saya lakukan? Ini kehendak Allah, takdir," kata Kamariah Yahya, salah satu calon jamaah haji asal Indonesia, dikutip di Daily Mail, Selasa (23/6).
Sebuah kelompok yang mewakili sekitar 250 perusahaan penyedia layanan umroh dan haji di Indonesia mengatakan mengerti jika kegiatan selama lima hari, yang dijadwalkan untuk dilakukan akhir Juli, terlalu berisiko pada saat ini.
Meski negitu, Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi), Syam Resfiadi, menyebut di balik keputusan-keputusan yang dibuat baik oleh Indonesia maupun Arab Saudi, ada konsekuensi yang harus ditanggung emilik travel.
Beberapa anggota kelompoknya disebut mulai memberhentikan karyawan. Bahkan ada yang total menutup operasi mereka karena tidak memiliki penghasilan selama berbulan-bulan.
Selain Syam, Kepala kelompok yang mewakili agen perjalanan Haji Bangladesh, Shahadat Hossain Taslim mengatakan, banyak orang akan hancur oleh keputusan yang dibuat Arab Saudi.
Namun, dia tetap menilai keputusan itu untuk tujuan yang terbaik. "Tidak seperti negara lain, mayoritas peziarah asal Bangladesh adalah orang tua, dan mereka rentan terhadap Covid-19," katanya.
Di negara India, Kementerian Urusan Minoritas mengatakan lebih dari 200 ribu orang telah mendaftar untuk haji pada tahun 2020. Mereka akan menerima pengembalian uang penuh dari setiap uang yang disetor untuk ziarah.
Kementerian Haji Arab Saudi mengatakan haji akan tetap dilakukan untuk orang-orang dari berbagai kebangsaan yang sudah ada di negara itu. Tetapi pihaknya tidak menyebutkan berapa jumlah jamaah yang diizinkan nantinya.
Keputusan itu kemungkinan akan menenangkan para peziarah domestik. Tetapi hal itu mendorong pertanyaan baru tentang penahanan Arab Saudi atas situs-situs suci Islam, yang mana merupakan sumber legitimasi politik paling kuat di kerajaan itu.
Serangkaian bencana mematikan terjadi selama bertahun-tahun. Termasuk penyerbuan tahun 2015 yang menewaskan 2.300 jamaah. kejadian-kejadian ini telah menyebabkan kritik terhadap manajemen haji kerajaan.
Mohamad Azmi Abdul Hamid, dari Badan Amal Dewan Konsultatif Organisasi Islam Malaysia, mengatakan negara-negara Muslim seharusnya diizinkan untuk mengambil "keputusan kolektif", alih-alih diserahkan ke Riyadh.
"Sudah saatnya (kota suci Makkah dan Madinah) dikelola dewan internasional yang diwakili negara-negara Muslim," katanya.
Keputusan ibadah haji terbatas ini juga beresiko mengganggu Muslim garis keras. Yang mana bagi mereka agama bisa mengalahkan masalah kesehatan.
Terlepas dari kekecewaan itu, beberapa Muslim sudah menanti-nanti 2021. Mereka sudah sangat berharap mereka dapat melakukan ziarah pada saat itu.