REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Sabiha Ilyas, seorang janda berusia 54 tahun dan penduduk daerah Gulshan-e-Iqbal Karachi, telah menabung selama bertahun-tahun untuk mengumpulkan 2,722 dolar (Rp 40,8 juta dengan asumsi kurs Rp 15 ribu). Ini merupakan biaya minimum yang diperlukan untuk mendaftar program Haji di bawah skema pemerintah.
Sabiha Ilyas mengatakan, tanggal 12 Maret 2020, akan selamanya terukir dalam ingatannya sebagai pengingat hari ketika impian seumur hidupnya untuk pergi haji hampir menjadi kenyataan. Ilyas harus menunggu lima tahun untuk mendapatkan slot. Karena itu, Ilyas sangat gembira ketika dia menerima panggilan pada 12 Maret yang memberitahukan bahwa dia telah dipilih untuk naik haji tahun ini.
"Ketika suami saya meninggal, saya menghadapi banyak kesulitan, termasuk masalah keuangan. Tapi keinginan saya untuk pergi haji membuat saya terus berjalan. Saya tidak akan mendapatkan baju baru atau membeli barang-barang yang tidak perlu. Saya bahkan mengurangi barang belanjaan untuk menghemat uang untuk haji," kata Ilyas dilansir dari Arab News, Senin (3/8).
Namun, tiga bulan kemudian, mimpinya runtuh. Dengan beberapa negara di dunia yang dikunci untuk membatasi penyebaran penyakit virus corona yang mematikan, Pakistan pun mengikutinya, seperti halnya Arab Saudi. Terakhir adalah pengumuman pembatalan ziarah haji dan umrah pada 2020 untuk menghindari kerumunan.
"Menyimpan uang sangat sulit. Tetapi mendengar bahwa haji dibatalkan sangat menyakitkan," kata Ilyas, yang menambahkan bahwa dia telah dipilih berdasarkan skema pemerintah. Hingga tahun lalu, hampir 2,5 juta jamaah telah berkumpul di Makkah, Arab Saudi, untuk ibadah haji.
Tahun ini, sebelum adanya pandemi Covid-19, hampir 179.210 orang Pakistan telah mendaftar untuk ziarah, dengan 107.526 dari mereka yang terdaftar di bawah skema pemerintah, sementara 71.684 peziarah telah mendaftar dengan operator swasta. Sementara Saudi mengumumkan pada 22 Juni untuk membatasi peziarah internasional. Hanya maksimum 1.000 warga negara dan ekspatriat yang tinggal di dalam Kerajaan yang diizinkan untuk melakukan ziarah tahun ini.
Artinya, Ilyas adalah satu di antara jutaan peziarah internasional lainnya yang tidak akan bisa berhaji untuk sekali seumur hidup. "Itulah tempat di mana semua orang ingin pergi dan tidak pernah ingin kembali. Saya memiliki keinginan besar untuk berkunjung. Saya patah hati karena telah melakukan persiapan penuh," katanya.
Setelah kehilangan suaminya lima tahun lalu dan tanpa anak, orang tua atau saudara kandung untuk menemaninya, Ilyas mengaku ingin mengunjungi rumah Allah dan makam Nabi Muhammad SAW di Madinah, Arab Saudi yang membuatnya terus berjalan dan telah menjadi tujuan hidupnya.
"Bahkan jika saya masih hidup tahun depan, saya tidak akan bisa mengelolanya karena pemerintah terus meningkatkan biayanya dengan 50.000 dolar," katanya. Dia berharap pemerintah Pakistan tidak menaikkan biaya tahun depan dan memberikan prioritas kepada mereka yang tidak bisa melakukan haji tahun ini.
Ilyas juga berharap Saudi bisa mengizinkan setidaknya beberapa orang asing untuk melakukan haji dengan tindakan pencegahan dan setelah uji Covid-19. "Kita berada pada usia di mana kita tidak tahu apakah kita akan hidup untuk melakukan haji tahun depan atau tidak.
"Jika pemerintah menaikkan biaya tahun depan, bagaimana saya mengaturnya? Saya berharap saya bisa terbang dan pergi ke sana," katanya sebelum mengambil foto berbingkai Masjid Nabawi dan menciumnya.