Adapun terkait SUV Land Cruiser, Anam menerangkan, meski diakui Polda Metro Jaya sebagai salah satu kendaraan tim pengintainya, akan tetapi Komnas HAM, sampai pelaporan hasil investigasi, tak berhasil mengidentifikasi plat nomor.
“Ini (Land Cruiser) nomor polisinya, belum teridentifikasi. Land Cruiser ini mobil gede (besar). Jadi mendapatkan perhatian dari saksi-saksi,” kata Anam.
Pun dikatakan Anam, SUV Land Cruiser yang diakui kepolisian sebagai bagian dari regu pengintai, tetapi keberadaan mobil tersebut di lokasi pembunuhan di Km 49, dan Km 50 tol Japek, tak terekam dalam cctv.
“Jadi, kalau yang Land Cruiser itu, terakhir saja. Dia datang cuma pendek. Dia nggak terekam dalam cctv,” terang Anam. Sampai sekarang, jenis kendaraan yang biasa digunakan oleh polisi-polisi berpangkat perwira itu, diakui Anam, sulit untuk mendapatkan keterangan lebih.
Aksi pengintaian dan pembuntutan terhadap HRS oleh kepolisian, berujung pada eksekusi mati terhadap enam anggota laskar FPI. Penembakan mati tersebut, terjadi di Km 49, dan Km 50 tol Japek, pada Senin (7/12).
Komnas HAM, dalam kesimpulan hasil investigasi, mengatakan eksekusi mati terhadap empat anggota laksar tersebut, sebagai pelanggaran HAM dalam kategori unlawfull killing.
Sedangkan penembakan mati terhadap dua anggota laskar lainnya, Komnas HAM menilai sebagai dampak eskalasi tinggi antara FPI, dan petugas kepolisian saat melakukan pembuntutan terhadap HRS.
Dari hasil penyelidikan Komnas HAM, juga mengungkapkan ada sebanyak 18 luka lubang peluru tajam pada enam jenazah laskar FPI, dengan masing-masingnya terdapat tiga luka lubang di bagian dada, dan jantung, serta lengan.