IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Militer Myanmar memberlakukan kondisi darurat selama setahun, sejak penangkapan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi beserta sederet tokoh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), pada Senin (1/2).
Pemberlakuan itu disebutkan oleh televisi pro-militer Myawaddy TV, yang mengutip Konstitusi bahwa tentara dapat mengambil alih kendali dalam kondisi darurat, tulis Channel News Asia.
Seperti dilansir Anadolu Agency, selain memberlakukan kondisi darurat dan menangkap Suu Kyi dengan tuduhan “kecurangan pemilu”, militer juga menyerahkan kekuasaan kepada panglima Min Aung Hlaing.
Alasan pengambilalihan kekuasaan tersebut adalah kegagalan pemerintah untuk bertindak atas “kecurangan pemilu” November lalu, sekaligus kegagalan menunda pemilihan karena pandemi Covid-19.
Beberapa jam sebelum sidang parlemen, saluran internet dan layanan telepon ke ibu kota Naypyitaw terganggu. Begitu pula, TV pemerintah tidak beroperasi.
Sementara tentara berjaga di sejumlah titik di Yangon.
Ini adalah sidang parlemen pertama setelah kemenangan NLD yang dianggap sebagai pemerintahan demokratis baru pada November lalu.
Pada pemilu itu, partai yang dipimpin Suu Kyi meraup 396 dari total 476 kursi parlemen untuk majelis rendah sekaligus atas.
Sementara militer, menurut Konstitusi yang mereka rumuskan, memegang kendali atas 25 persen dari total kursi dan sejumlah posisi kunci di kementerian.
Militer menuduh Suu Kyu dan partainya melakukan kecurangan besar-besaran, meski tanpa bukti.
Begitu pula, pekan lalu, Komisi Pemilihan Umum menolak tuduhan militer tersebut.