REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Warga kota-kota kecil di seluruh Myanmar menggelar unjuk rasa menentang pemerintah militer dengan menyalakan lilin pada Sabtu (20/3) dan Ahad (21/3) malam. Mereka menyuarakan perlawanan terhadap tindakan keras pasukan keamanan yang telah menewaskan sekitar 250 orang sejak kudeta 1 Februari lalu.
Negara-negara Barat mengecam kekerasan petugas keamanan terhadap pengunjuk rasa. Negara-negara tetangga Myanmar di Asia Tenggara pun semakin kuat menyuarakan kritikan mereka yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Kekerasan memaksa rakyat melawan balik penguasa militer yang memundurkan langkah menuju demokrasi. Berdasarkan foto-foto yang tersebar di media sosial pada Sabtu malam kemarin masyarakat Myanmar menggelar 20 unjuk rasa di seluruh negeri. Mulai dari kota bisnis Yangon hingga kota-kota kecil di Negara Bagian Kachin di bagian utara dan kota-kota bagian selatan Kawthaung.
Ratusan warga kota termasuk para petugas medis yang memakai jas putih menggelar pawai di kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay. Aksi yang digelar sebelum matahari terbit ini dinamakan 'unjuk rasa fajar'.
Pengunjuk rasa di sejumlah tempat bergabung dengan biksu Buddha yang menyalakan lilin. Beberapa orang di antara membentuk lilin-lilin itu dengan bentuk tiga jari yang menjadi simbol perlawanan pemerintah otoriter.
Petugas keamanan segera membubarkan unjuk rasa yang digelar di Yangon. Jumlah korban tewas dan terluka akibat kekerasan petugas keamanan di kota itu paling tinggi dibandingkan kota-kota lainnya.
"Sekarang mereka membubarkan unjuk rasa malam kami, terus-menerus menembakan granat kejut," tulis salah satu pengguna Facebook.
Salah satu warga kota mengatakan delapan orang ditahan dalam pembubaran unjuk rasa tersebut. Juru bicara junta militer tidak dapat dimintai komentar tapi sebelumnya ia mengatakan petugas keamanan hanya menggunakan kekerasan bila diperlukan.
Kelompok aktivis Assistance Association for Political Prisoners melaporkan Sabtu kemarin empat orang tewas dalam insiden yang terpisah. Sehingga jumlah total korban tewas sejak kudeta dimulai menjadi 247 orang.
Negara-negara Barat sudah berulang kali mengecam kudeta dan kekerasan yang dilakukan militer Myanmar. Negara-negara Asia Tenggara yang sebelumnya tidak pernah mengkritik satu sama lain juga mulai menyuarakan kecaman mereka.
Presiden Indonesia Joko Widodo menjadi kepala negara dan pemerintah negara Asia Tenggara yang paling keras mengkritik kekerasan petugas keamanan pemerintah militer Myanmar. Ia juga mengajak pemimpin negara-negara Asia Tenggara untuk segera menggelar rapat regional.
Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mendukung pernyataan Joko Widodo. Ia mengatakan terkejut pemerintah militer Myanmar menggunakan kekerasan mematikan terhadap pengunjuk rasa. Singapura juga menyuarakan komentar serupa.