Militer mengatakan telah menahan diri dalam menghentikan protes, tetapi menyatakan tidak akan membiarkan aksi unjuk rasa mengancam stabilitas. Pada Sabtu di Kota Daweidi selatan, pengunjuk rasa meneriakkan "Demokrasi adalah tujuan kami" dan "Revolusi harus menang".
Para pengunjuk rasa juga berkumpul di kota terbesar, Yangon. Ratusan ribu orang turun ke jalan berkali-kali. Mereka bersumpah untuk melanjutkan aksi di negara itu.
Myanmar hampir setengah abad berada di bawah kekuasaan militer hingga reformasi demokrasi tercipta pada 2011, namun terputus oleh kudeta. "Harapan politik mulai bersinar. Kita tidak boleh kehilangan momentum revolusi. Mereka yang berani bertarung akan mendapatkan kemenangan. Kita pantas menang," tulis salah satu pemimpin protes, Ei Thinzar Maung, di Facebook.
Sedikitnya satu orang tewas oleh pasukan keamanan dalam demonstrasi pada Jumat. Seorang pejabat Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi beserta remaja keponakan sang pejabat juga ditikam sampai mati oleh pendukung militer.
Tentara dan polisi Myanmar yang bersenjata dilaporkan menggunakan TikTok untuk menyampaikan ancaman pembunuhan terhadap pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer, hingga mendorong pengelola aplikasi video singkat itu menghapus konten yang memicu kekerasan.