IHRAM.CO.ID, JAKARTA— Setiap jamaah haji harus berusaha semaksimal mungkin untuk meraih kesempurnaan haji.
Dengan upaya yang maksimal, setiap jamaah haji akan mampu mencapai haji mabrur dengan nilai paling tinggi (yudicium cumlaude) bukan sekadar asal sah.
Dr KH Asep Zaenal Ausop, MAg dalam bukunya 'Haji Falsafah, Syariah dan Rihlah' mengatakan, ada tiga cara yang harus dijalankan jamaah haji untuk meraih derajat dan tingkat kelulusan yudicium cumlaude.
Pertama, sebelum pergi berhaji, jamaah harus mempelajari tata cara (kaifiat) berhaji berdasarkan dalil Alquran dan sunnah bukan dan tidak terkait pada tokoh atau figur. Ingat figure bukanlah jaminan bahwa hajinya benar.
Jamaah haji tidak terikat oleh mayoritas sebab mayoritas pun tidak menjamin orisinalitas. Jamaah haji tidak boleh terikat pesan nenek moyang atau pengalaman orang lain. Sebab pengalaman berhaji orang-orang terdahulu belum tentu sepenuhnya sesuai dengan contoh Rasulullah.
"Jamaah haji juga tidak boleh terikat dengan akal rasio sebab tidak selamanya dalil dapat dipahami oleh akal, rasio yang yang terbatas," katanya.
Semua rangkaian ibadah haji harus sesuai dengan contoh Rasulullah. Jamaah haji harus memastikan bahwa, dalam melaksanakan ibadah haji, setiap episode ibadah harus benar-benar dipahami maknanya secara optimal. Karena tanpa memahami makna dengan baik, ibadah haji akan terasa hambar secara spiritual.
"Sehingga kondisi hati tidak mampu mengagungkan kebesaran Allah SWT dalam setiap rangkaiannya," katanya
Kedua, setiap jamaah haji harus membekali diri dengan segala sesuatu yang diperlukan untuk beribadah, baik bekal uang, ilmu kesehatan dan obat-obatan. Dan tidak kalah penting, setiap jamaah haji sebaiknya melengkapi peralatan lain yang dapat menunjang kelancaran ibadah seperti peta, kompas, dan alat elektronik. "Namun, perlu diketahui bahwa bekal yang paling baik dalam adalah ketakwaan," katanya.
Dalam surat Al Baqarah 197: وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ "Berbekallah, sungguh sebaik-baik bekal adalah takwa."
Takwa dari mana dan dalam hal apa? Paling tidak, kata KH Asep, takwa yang berasal dari dan berkaitan dengan buah syahadat, sholat, dan zakat.
Ketiga melaksanakan semua amalan yang termasuk rukun, wajib, dan sunnah. haji. Kesempurnaan ibadah haji hanya bisa dicapai apabila jamaah melaksanakan haji dari awal sampai akhir, sehingga tidak ada bagian yang kelewatan.
Misalnya, mabit di mina pada 18 Dzulhijah atau disebut (Yaumul Tarwiyah). Padahal selama ini, jamaah haji reguler Indonesia, bukan jamaah haji plus, pada umumnya tidak mabit di mina pada hari Tarwiyah atau 8 Dzulhijjah itu, tetapi mereka langsung ke Arafah. "Ini berbeda dengan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW saat beliau berhaji," katanya.