Masih menurut laporan tersebut, satu dari 10 anak dikirim untuk bekerja. Sedangkan 15 persen keluarga menghentikan pendidikan anak-anak mereka akibat krisis. Laporan tersebut merupakan hasil survei kepada 1.244 rumah tangga melalui telepon pada April lalu.
Kemerosotan ekonomi yang memburuk, yang oleh Bank Dunia peringkat di antara yang terburuk di dunia sejak pertengahan abad ke-19, telah mengikis daya beli penerima lokal dengan mata uang nasional kehilangan lebih dari 90 persen dari nilai pasarnya sejak akhir 2019. Harga pangan sejak itu meningkat tajam dan tagihan medis cenderung naik karena bank sentral terus menjatah subsidi impor makanan, bahan bakar dan obat-obatan karena cadangan mata uang asing berkurang.
Akibatnya, anak-anak semakin ditolak aksesnya ke perawatan kesehatan primer. Hampir sepertiga anak-anak Lebanon tidak menerima perawatan kesehatan utama yang mereka butuhkan. Sebanyak 76 persen rumah tangga mengatakan mereka terpengaruh kenaikan besar harga obat-obatan.
“Bank Dunia telah menggambarkan apa yang terjadi di Lebanon sebagai salah satu dari tiga keruntuhan ekonomi teratas yang terlihat sejak pertengahan abad ke-19. Apa yang ditunjukkan oleh survei Unicef adalah anak-anak menanggung beban terbesar dari bencana yang meningkat ini,” kata Mokuo.
Kelompok tersebut meminta pihak berwenang setempat meningkatkan upaya memastikan dan meningkatkan akses anak-anak ke pendidikan dan perawatan kesehatan primer. Dalam upaya untuk dampak krisis pada keluarga yang paling rentan, parlemen Lebanon pada Rabu menyetujui lebih dari setengah miliar dolar bantuan tunai.