Dinding interior Masjid Raya an-Nilin di lapisi plasteran yang bercorak floris, tetapi warnanya mengikuti dominasi cokelat pada kubah. Di bagian depan dan menempel pada dinding, pihak pengelola menaruh sejumlah pendingin ruangan untuk menyejukkan para jamaah. Lantai ruangan shalat merupakan sajadah berwarna hijau yang terhampar merata.
Bagian mihrab menjorok ke arah dalam. Agak berbeda dengan warna keseluruhan interior masjid ini, mihrab itu didominasi putih. Di atasnya terdapat tempat untuk khatib atau imam menyampaikan ceramah kepada khalayak.
Satu lagi yang cukup istimewa dari Masjid Raya an-Nilin, yaitu menara. Letaknya agak berjauhan dari bangunan utama masjid ini. Bentuknya silindris di bagian paling bawah, tetapi begitu mendekati pucuknya permukaannya berjarang-jarang. Sama seperti kubah raksasa tersebut, menara ini berujung pada bentuk bulan sabit yang kilap.
Masjdi Raya an-Nilin bukan sekadar tempat shalat berjamaah. Ia juga dilengkapi fasilitas publik yang mumpuni.
Terpisah dari bangunan utama dan menara masjid, pemerintah setempat menambahkan bangunan-bangunan yang tidak terlalu besar yang memuat kelas- kelas madrasah, perpustakaan, dan balai pertemuan. Tentunya, desain bangunan- bangunan tersebut tampak selaras dengan masjid berkubah unik-raksasa itu.
Kompleks Masjid Raya an-Nilin juga dimaksudkan sebagai sebuah destinasi wisata Sudan. Le barnya sungai Nil menimbulkan kesan yang luas. Para pelancong kerap mengambil gambar di tepi sungai itu agar sudut foto masjid ini menghadirkan kesan pantulan yang presisi.
Apalagi, bila pengambilan gambar berlangsung pada sore di kala matahari terbenam. Suasana tersebut juga diperindah dengan kebun-kebun bunga dan pohon palem yang berada di kanan dan kiri bangunan utama masjid tersebut.