Pada malam hari, dengan peralatan seadanya, berangkatlah 440 santri mengadakan pernyerbuan di bawah komando Kiai Mahrus Aly, Mayor Mahfudh, dan Abdul Rakhim Pratalikrama. Santri yang masih berusia 15 tahun itu, Syafii Sulaiman kemudian diutus oleh Kiai Mahrus untuk me nyusup ke markas Dai Nippon guna mempelajari keadaan dan memantau kekuatan lawan. Setelah penyelidikan dirasa cukup, Syafii segera melapor kepada Kiai Mahrus dan Mayor Mahfudh.
Invasi para santri itu berhasil. Kemudian, satu truk senjata hasil lucutan Jepang itu dibawa ke Pondok Lirboyo dan setelahnya diserahkan kepada Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang hingga kini (saat buku disusunRed) masih tersimpan di Markas Brawijaya Kediri.