Jumat 06 Aug 2021 19:44 WIB

Asmah Syahruni Muslimah Penggerak Perubahan (II)

Asmah selanjutnya aktif di Muslimat NU untuk berkiprah lebih luas.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
logo muslimat nu
Foto:

Ia kemudian diberi kepercayaan untuk memimpin cabang organisasi tersebut di Kalimantan Selatan—daerah tempatnya tinggal sejak sang suami hijrah ke sana. Dengan jabatannya itu, Asmah mendapat hak untuk membentuk beberapa ranting keorganisasian di wilayah setempat.

Dua tahun kemudian, NU menggelar muktamar di Surabaya, Jawa Timur. Kesempatan ini juga sekaligus menjadi kesempatan bagi Muslimat NU untuk menyelenggarakan kongres. Asmah turut hadir dalam ajang ini sehingga namanya mulai dikenal banyak kalangan. Bukan hanya dari wilayahnya sendiri di Kalimantan, melainkan juga Jawa dan lain-lain daerah.

Topik utama yang dibahas dalam Muktamar NU itu adalah persiapan pemilihan umum (pemilu) yang akan dilaksanakan pada 1955. Asmah terpilih sebagai anggota panitia penyusunan calon anggota Konstituante dan DPR yang hendak maju dalam pemilu mendatang.

 

Asmah pun segera menjadi perbincangan publik, khususnya di lingkungan Nahdliyin. Sebab, saat itu sangat jarang seorang perempuan bisa tampil di panggung politik. Pada 1956, Asmah resmi menjadi anggota DPR. Dia dan keluarga pun berpindah ke Jakarta.

Titik balik seseorang dalam menempuh perjuangannya tentu tidak bisa dilepaskan dari kekuatan mental, keberanian, dan pengorbanan. Hal ini juga dialami Asmah ketika ia melangkahkan kakinya ke Ibu Kota demi cita-cita besar dalam perjuangannya. 

Pada 1979, Asmah terpilih menjadi ketua umum Muslimat NU. Di sela-sela kesibukannya di DPR dan Muslimat NU, suaminya mendadak sakit dan bebe rapa waktu kemudian mening gal dunia pada April 1981. Asmah pun dilanda kesedihan yang mendalam.

Dalam Asmah Sjachruni: Muslimah Pejuang Lintas Zaman, Ali Zawawi menulis, Asmah saat itu merupakan satu-satunya ketua Muslimat NU yang berasal dari luar Jawa. Perempuan itu berhasil memimpin organisasi tersebut tiga periode lamanya, yaitu antara tahun 1979 dan 1994.

Hal itu membuktikan, Asmah tidak hanya dihargai kalangan warga Nahdliyin, tetapi juga terbukti memiliki kecakapan dalam memimpin Muslimat NU. Jatuh bangun berjuang besama Muslimat NU, tibalah saatnya ia meletakkan jabatannya di Muslimat NU.

Keputusan itu diambil pada 1995 melalui kongres di DKI Jakarta. Bagaimanapun, Asmah sangat mencintai organisasi Muslimat NU. Begitupun sebaliknya. Walau pun telah melepaskan jabatan sebagai ketua umum, Asmah masih mendampingi kader-kader Muslimat NU dalam berbagai aktivitas. Dia mengembuskan napas terakhir pada 2 Juni 2014.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement