IHRAM.CO.ID, Sekira periode 1930-an, ada dinamika dalam konteks umat Islam di Bali. Gerakan-gerakan Islam puritan mulai menyebar luas di daerah berjulukan Pulau Dewata itu.
Di Jembrana, fenomena demikian kala itu cukup terasa. Rifkil Halim Muhammad dalam artikelnya di laman nu.or.id, Pendiri NU Pertama di Bali, menjelaskan situasi demikian. KH Ahmad al-Hadi waktu itu telah menjadi seorang ulama besar di Jembrana.
Sebagai seorang yang berpegang pada ahlussunah waljamaah (asjwaja), ia ingin agar paham puritanisme tidak menggerus aswaja. Bagaimanapun, gerakan puritan itu ternyata lebih terorganisasi. K
iai Ahmad pun memandang, kalangan aswaja semestinya dapat membuat organisasi pula. Dengan demikian, gerakan dihadapi dengan gerakan pula, bukan antar-personal. Intinya, harus ada wadah persatuan yang dapat mengamankan akidah aswaja.
Pada 1934, kaum aswaja di Bali menerima kedatangan seorang tokoh Nahdlatul Ulama, yakni KH Abdul Wahab Hasbullah. Dengan hanya menumpangi jukong, Kiai Wahab Hasbullah menyeberangi Selat Bali dan mendarat di Pelabuhan Jembrana.