Kamis 02 Sep 2021 13:56 WIB

Depati Amir, Patriot Muslim dari Bangka (I)

Depati Amir lahir di Mendara, Pulau Bangka, pada 1805.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Depati Amir
Foto:

Seperti dicatat pejabat kolonial dalam Koloniaal Verslaagperiode 1851-1852, Belanda sudah kewalahan dalam menghadapi pasukan Depati Amir.Bahkan, berbagai pasukan tambahan terpaksa didatangkan ke Bangka dari Palembang atau pun Batavia. 

Residen van Olden dalam bukunya De Muiterij van Amir op Banka(1850)telah menulis satu kisah lengkap tentang perlawanan Amir. Tidak sedikit pasukan Kompeni yang akhirnya tewas karena jebakan yang dipasang pejuang Muslim itu dan pasukannya.

Di samping itu, pasukan Amir kerap diuntungkan dengan taktik gerilya. Kalangan tentara Belanda, termasuk dari Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL), sering terjangkit disentri tatkala berjaga di pos-pos setempat. Saking mewa bahnya, penyakit tersebut disebut Demam Bangka.

Perlawanan Amir baru dapat di tumpas sesudah dilakukan taktik pengecut, menohok dari belakang. Belanda menyuap uang sebesar 1.000 dolar Spanyol kepada tujuh orang panglima dan 36 pasukan Depati Amir. Mereka terpaksa menyerah lantaran kekurangan logistik dan kelelahan fisik dalam menjalankan gerilya.

Pada 7 Januari 1851, Depati Amir di tangkap dalam kondisi sakit di Distrik Sungaiselan. Setelah itu, pemerintah kolonial memutuskan untuk mengasing kannya ke luar Bangka. Dengan demikian, sang mujahid diharapkan tidak lagi memiliki pengaruh di tengah masyarakat lokal.

Dalam surat Residen Batavia kepada menteri negara gubernur jendral di Batavia tertanggal 10 Maret 1851, Depati Amir diketahui beserta ibunya, Dakim. Turut menemaninya ialah istrinya, Imur, beserta saudara-saudaranya.Mereka semuanya lalu digiring ke pelabu han. Kapal yang membawa para taha nan ini sempat bersandar di Sura baya, Jawa Timur. Perjalanan diteruskan hingga ke lokasi tujuan, Kupang, Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement