Jumat 03 Sep 2021 13:26 WIB

KH Ahmad Umar Mangkuyudan, Sufi Penjaga Alquran (III-Habis)

Kiai Umar sendiri memberikan teladan bagi murid-muridnya serta masyarakat sekalian.

[ilustrasi] Sekolompok santri
Foto:

Terhadap para santri yang nakal, Kiai Umar juga menunjukkan kasih sayangnya. Suatu ketika, ia meminta para ustaz untuk mendaftar santri-santri yang nakal. Mereka yang sebelumnya geram dengan tingkah polah murid-murid yang tak patut itu pun merasa gembira. Dalam bayangannya, para santri itu akan segera dikeluarkan dari pesantren.

Nyatanya, tidak demikian. Begitu daftar selesai dibuat, para santri yang dimaksud dikumpulkan dalam satu ruangan. Alih-alih memberikan hukuman, Kiai Umar justru mendoakan mereka agar kelak menjadi ulama yang saleh.

Secara tak langsung, sang salik ingin menasehati para guru agar lebih bersikap bijak terhadap perangai santri. Jangan mudah menjatuhkan vonis yang memberatkan sehingga menutupi hati dari mendoakan kebaikan untuk mereka.

Ulama karismatik itu wafat pada bulan suci Ramadhan dalam usia 64 tahun. Sesuai wasiatnya, jenazahnya dimakamkan di belakang Masjid Pesantren al-Muayyad Mangkuyudan Solo. Semasa hidupnya, ia memiliki dua orang istri, yakni Nyai Salamah dan Nyai Shofiyah. Namun, dari keduanya sang kiai tak dikaruniai keturunan.

Di dekat masjid tersebut, terpampang prasasti yang menampilkan shalawat wasiat karya Mbah Kiai Umar. Salah satu baitnya meng ingatkan orang-orang akan pentingnya belajar: Dho ngajiha marang sedulur kang ngerti, aja isin najan gurune mung bayi, yen wus hasil entuk ilmu lakonono, najan sithik nggonmu amal dilanggengno (Mengajilah kepada yang alim, jangan malu meski gurumu masih sangat muda, bila sudah belajar, amalkanlah, walau sedikit, tetapi konsisten).

 

sumber : Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement